GUBERNUR BANK INDONESIA PERRY WARJIYO: KONDISI EKONOMI KITA LEBIH KUAT

Edisi: 18/47 / Tanggal : 2018-07-01 / Halaman : 92 / Rubrik : WAW / Penulis : Reza Maulana, Angelina Anjar Sawitri, Ghoida Rahmah


PERRY Warjiyo, 59 tahun, ibarat nakhoda baru yang langsung diterjunkan di tengah badai. Saat dia dilantik sebagai Gubernur Bank Indonesia pada 24 Mei lalu, rupiah berada di level 14.205 per dolar Amerika Serikat menurut kurs Interbank Spot Dollar. Ini adalah nilai tukar terendah rupiah sejak Desember 2015.

Pria kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah, ini bergerak cepat. Hanya selang lima hari setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dipimpin gubernur sebelumnya, Agus
Martowardojo, Perry menggelar RDG tambahan pada 30 Mei lalu. Perry menaikkan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 4,75 persen, setelah Agus menaikkan suku bunga menjadi 4,50 persen.

Sehari setelah kenaikan suku bunga itu, rupiah berhigerak ke level 13.951 per dolar. Sejak Perry dilantik, rupiah juga terus terapresiasi. Pasar menyebutnya ”Perry Effect”. Mendengar istilah itu, mantan Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) ini tergelak. ”Itu ’Allah Effect’. Perry is just a small thing,” ujar Perry dalam wawancara khusus dengan Tempo pada pengujung bulan lalu.

Pria yang sebelumnya menjabat Deputi Gubernur BI sejak 2013 ini menerima wartawan Tempo Reza Maulana, Angelina Anjar, dan Ghoida Rahmah seusai rapat dengan Badan Anggaran di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta. Dalam kesempatan itu, Perry juga menjelaskan arah kebijakan BI di bawah kepemimpinannya, yakni pro-stabilitas dan pertumbuhan. ”Bank Indonesia punya
lima jamu untuk itu,” katanya.

Anda menganggap anjloknya nilai tukar rupiah sebagai ujian berat di jabatan baru?

Saya bukan orang baru di Bank Indonesia. Saat krisis 1997-1998, saya sedang
menempuh pendidikan (di Sekolah Pimpinan Bank Indonesia) dan, saat krisis
2007-2008, saya menjabat Direktur Eksekutif IMF. Itu semua merupakan pelajaran penting bagi saya untuk melihat dampak krisis global terhadap negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Dari pengalaman itu, saya mendapat suatu kesimpulan bahwa ada tiga kunci ketahanan suatu negara untuk menghadapi tekanan-tekanan dari luar.

Kuncinya apa saja?

Satu, yakinkan bahwa kondisi ekonomi kita sehat. Dua, berani mengambil kebijakan yang diperlukan, yakni kebijakan yang sehat dan preemptive. Kalau Anda hidup dalam suatu ketidakpastian, jangan menunggu ketidakpastian itu. You have to preempt the uncertainty. Tiga, komunikasi yang jelas dan intensif. Kenapa? Saat berada dalam tekanan, informasi yang berbeda satu dengan yang lainnya akan menyebar. Distribusi informasi yang sangat melebar akan membuat ekspektasi cenderung tidak rasional. Karena itu, komunikasi diperlukan untuk mengatasi gap informasi supaya ekspektasi menjadi lebih rasional.

Apa penyebab…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…