Yahya Cholil Staquf, Sekretaris Jenderal Syuriah Nahdlatul Ulama: Tak Ada Untungnya Bela Israel

Edisi: 19/47 / Tanggal : 2018-07-08 / Halaman : 92 / Rubrik : WAW / Penulis : Sunudyantoro, Reza Maulana, Dini Pramita


DI tengah arus simpati Indonesia terhadap Palestina, Kiai Haji Yahya Cholil Staquf tampil sebagai pembicara dalam pertemuan tokoh Yahudi sedunia yang diadakan American Jewish Committee di Yerusalem, Israel, 10 Juni lalu. Kehadiran Katib Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu makin jadi polemik lantaran jabatan barunya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Yahya, 52 tahun, dituding membela Israel dan melanggar komitmen Indonesia, yang sejak masa Presiden Sukarno mendukung Palestina. Presiden Joko Widodo, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj buru-buru menyatakan kunjungan itu tidak mewakili negara ataupun organisasi.

Kepada wartawan Tempo Sunudyantoro, Reza Maulana, Dini Pramita, dan Diko Oktara, Yahya mengatakan lawatan itu bertujuan menawarkan pintu masuk alternatif dalam resolusi konflik Israel-Palestina, yaitu agama. "Selama ini hanya politik dan militer. Semua gagal," ujarnya di kantor PBNU di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu dua pekan lalu.

Perdamaian Israel dengan Palestina menjadi mimpi Yahya sejak 2011. Dia diminta melanjutkan cita-cita Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (almarhum) mengupayakan hal tersebut lewat berbagai dialog, termasuk dalam forum American Jewish Committee, 16 tahun silam. "Upaya ini memang belum jelas hasilnya, tapi seseorang harus memulainya," kata cucu Kiai Haji Bisri Mustofa, ulama dan pejuang asal Rembang, Jawa Tengah, itu.

Duduk bersila di sofa ruang kerjanya, Yahya meladeni wawancara sampai dua setengah jam. Ditemani kopi hitam dan empat bungkus rokok, tanya-jawab diselipi guyon di sana-sini, seperti tulisan-tulisannya di situs komunitas humor santri, Terong Gosong, yang diasuhnya.

Apa latar belakang yang membuat Anda berbicara dalam forum global Yahudi di Yerusalem?

Ini bagian dari pekerjaan panjang. Gus Dur, terutama setelah lengser dari jabatan presiden, menghabiskan sebagian besar energinya untuk mencari solusi konflik antaragama. Di mana-mana agama menjadi justifikasi, dorongan, dan senjata untuk konflik. Fokus utama Gus Dur adalah Israel-Palestina, karena itu jumbleng (kakus)-nya. Cecerannya banyak, seperti di Irak dan Suriah. Kita kebagian bau-baunya saja. Pada 2009, saat kesehatan Gus Dur sudah sangat lemah, paman saya, Kiai Mustofa Bisri-biasa dipanggil Gus Mus-meneruskan sebisanya. Tidak tahu apakah itu permintaan Gus Dur atau inisiatif Gus Mus. Pada 2011, saya diajak Gus Mus ke pertemuan dengan Parlemen Uni Eropa di Brussels, kemudian ke Washington. Habis itu saya disuruh nerusin oleh Gus Mus, begitu saja.

Apa hal pertama yang Anda lakukan?

Kunci kampanye ini ada di Gus Dur. Begitu Gus Dur meninggal, macet semua. Saya mulai dari nol, berkenalan satu per satu dengan teman-teman Gus Dur di Eropa dan Amerika Serikat. Misalnya lembaga pemikiran The Heritage Foundation di Washington dan Policy Exchange di London.

Termasuk American Jewish Committee?

Ya. American Jewish Committee (AJC) ini berlingkup internasional, berdiri sejak 1918 dan tiap tahun…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…