Peraih Empat Emas Asian Games, Yayuk basuki: Bonus Itu Racun.

Edisi: 26/47 / Tanggal : 2018-08-26 / Halaman : 220 / Rubrik : WAW / Penulis : Reza Maulana, Angelina Anjar Sawitri,


YAYUK Basuki pernah mengangkat Indonesia ke tempat terhormat dalam Asian Games. Dua medali emas yang ia sumbangkan dari nomor ganda putri dan ganda campuran, ditambah satu emas dari petinju Pino Bahari, melambungkan Indonesia ke peringkat ketujuh dalam Asian Games 1990 di Beijing.

Itu terakhir kalinya Indonesia, yang menempati posisi runner-up saat menjadi tuan rumah pada 1962, menembus sepuluh besar dalam klasemen akhir perolehan medali di pesta olahraga bangsa-bangsa se-Asia itu. Di Incheon, Korea Selatan, empat tahun lalu, tim Merah Putih berada di peringkat ke-17. Dalam Asian Games yang digelar di Jakarta dan Palembang pada 18 Agustus-2 September 2018, Presiden Joko Widodo mematok target tinggi: kembali masuk sepuluh besar.

Yayuk, yang meraih empat medali emas dalam tiga Asian Games yang ia ikuti—1986 di Seoul, 1990 di Beijing, dan 1998 di Bangkok—sempat menertawai target tinggi itu, yang diperkirakan bisa dicapai dengan merebut 16 medali emas. Namun, melihat banyaknya cabang olahraga non-Olimpiade andalan Indonesia yang dipertandingkan, ia menjadi optimistis. ”Target itu realistis. Tapi tentu kita harus mengacu ke cabang-cabang Olimpiade,” katanya dalam wawancara khusus dengan wartawan Tempo Reza Maulana dan Angelina Anjar di Plaza Senayan, Jakarta, Jumat, 10 Agustus lalu.

Petenis putri yang pernah menduduki peringkat ke-19 Asosiasi Tenis Wanita (WTA) ini mengatakan prestasi Indonesia terus merosot karena sistem olahraga masih semrawut. Salah satu titik sumbatnya, kata dia, ada di Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional. Yayuk menyoroti pasal yang melarang Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) daerah dipimpin gubernur. Menurut dia, sejak aturan itu berlaku pada 2005, pembinaan atlet di daerah mandek karena kesulitan biaya. Padahal pemusatan latihan nasional bergantung pada atlet-atlet daerah.

Nany Rahayu Basuki—nama lengkapnya—menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat antara lain untuk merevisi undang-undang itu. Politikus Partai Amanat Nasional itu juga ingin memperjuangkan tunjangan hari tua bagi atlet lewat perbaikan regulasi tersebut. Ia mengatakan diperlukan pengaturan pemberian penghargaan bagi atlet, tapi bukan lewat bonus miliaran rupiah. ”Bonus bisa bikin atlet tidak berfokus,” kata anggota Komisi X DPR, yang antara lain membidangi olahraga, itu.

Anda menilai peringkat sepuluh besar di Asian Games 2018 sebagai target realistis?

Tahun lalu, saya ketawa mendengar itu. Tapi, makin ke sini, saya melihat banyak cabang olahraga non-Olimpiade yang menjadi hak tuan rumah akan dipertandingkan. Akhirnya, saya merasa itu realistis karena target akan terpenuhi lewat cabang olahraga non-Olimpiade. Minimal mendapat 16 medali emas.

Bisakah lebih tinggi?

Orang yang tidak terlalu tahu olahraga, termasuk teman-teman di Komisi X DPR dan pemerintah, kadang meminta lebih. Mereka bilang, kalau bisa, posisi ketujuh. Saya cuma diam karena beliau-beliau itu tidak paham.

Sebagai mantan atlet, Anda melihat perbedaan prioritas…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…