Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin: Bagaimana Mungkin Kami Melarang Azan.

Edisi: 29/47 / Tanggal : 2018-09-16 / Halaman : 100 / Rubrik : WAW / Penulis : Reza Maulana, Angelina Anjar Sawitri,


MENTERI Agama Lukman Hakim Saifuddin kembali menjadi sasaran hujatan. Sesaat setelah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama melansir surat edaran mengenai sosialisasi instruksi penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan musala, Kamis tiga pekan lalu, protes dan makian masuk ke akun Twitternya.

Para penghujat menganggap pemerintah meminta volume azan dikecilkan, bahkan dilarang. Sebagian menyamakan Lukman dengan setan karena menganggapnya ogah mendengarkan suara azan. Lukman, 55 tahun, hanya tertawa setiap kali membacanya. Alumnus Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur, ini mengatakan instruksi yang terbit pada 1978 itu hanya mengatur penggunaan pengeras suara untuk kegiatan selain azan. “Kami sama sekali tidak mengatur azan,” katanya kepada wartawan Tempo Reza Maulana dan Angelina Anjar dalam wawancara khusus di kantor Kementerian Agama, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu.

Banyak yang mengaitkan surat edaran itu dengan kasus Meliana. Warga Tanjung
Balai, Sumatera Utara, itu divonis 1 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim
Pengadilan Negeri Medan dalam kasus penodaan agama. Dia dianggap memprotes
suara azan di masjid dekat rumahnya. Meski surat edaran Kementerian Agama
dilansir hanya dua hari setelah vonis tersebut, Lukman membantah keterkaitannya. Putra Saifuddin Zuhri, Menteri Agama pada akhir era Presiden Sukarno, itu mengatakan surat edaran tersebut terbit karena banyaknya permintaan masyarakat mengenai pengaturan volume pengeras suara masjid.

Lukman menyebutkan isu tentang pengeras suara ini dipelintir pihak tertentu untuk mendiskreditkan pemerintah. “Bahwa kebijakan pemerintah pasti merugikan umat Islam, bahkan anti-Islam,” ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2009-2014 itu.

Apa perlunya mengatur pengeras suara masjid?

Banyak pertanyaan dan permintaan masyarakat agar kami membuat aturan tentang pengeras suara. Terutama di kota besar, yang masyarakatnya heterogen, dengan waktu kesibukan dan istirahat berbeda-beda, ada orang yang tidak nyaman dengan suara-suara keras. Setelah kami lihat-lihat, ternyata kita sudah punya aturan tentang itu, yaitu Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kep/D/101/78 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala. Setelah kami baca berkali-kali, isinya masih sangat relevan. Maka Bimas Islam mengeluarkan surat edaran tentang pelaksanaan instruksi tahun 1978 itu.

Mengapa sampai harus mengatur rincian menit waktu mengaji dan sebagainya?

Pada 1978, penggunaan pengeras suara di masjid untuk macam-macam, sampai dimainkan anak-anak kecil. Tentu tidak di semua masjid. Tapi begitulah kenyataan sebelum aturan itu muncul. Maka Bimas Islam…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…