Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri: Lalu Muhammad Iqbal: Kami Tak Bisa Mengubah Dalam Semalam.

Edisi: 39/47 / Tanggal : 2018-11-25 / Halaman : 90 / Rubrik : WAW / Penulis : Reza Maulana, Angelina Anjar Sawitri,


AKHIR bulan lalu salah satu momen terbe­rat dalam 20 tahun karier diplomatik Lalu Muhammad Iqbal. Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri itu me­nyambangi kediaman Tuti Tursilawati, tenaga kerja In­donesia yang dihukum mati di Arab Saudi pada 29 Okto­ber lalu. Dia mesti mengabari keluarga Tuti soal ekseku­si tersebut.

Mendampingi proses hukum Tuti sejak 2012, Iqbal me­miliki hubungan dekat dengan Iti Sarniti, ibunda Tuti. Dia tiba di rumah Iti di Majalengka, Jawa Barat, pada pukul 1 dinihari. Seluruh emosi dan tenaga dia kerahkan untuk membendung air mata saat perempuan yang dianggap­nya ibu kedua itu menangis dan pingsan. “Saya butuh dua minggu untuk menyembuhkan luka psikologis saya,” ka­tanya dalam wawancara khusus dengan wartawan Tem­po, Reza Maulana dan Angelina Anjar, Kamis pekan lalu.

Sepuluh tahun terakhir, empat buruh migran Indone­sia dihukum pancung di Arab Saudi tanpa notifikasi. Se­lain Tuti, mereka adalah Siti Zaenab, asal Bangkalan, Ma­dura, Jawa Timur, yang dieksekusi pada 14 April 2015; Karni binti Medi Tarsim, asal Brebes, Jawa Tengah, pada 16 April 2015; dan Muhammad Zaini Misrin, asal Bangkal­an, pada 18 Maret lalu. Di negeri kaya minyak itu, 13 war­ga Indonesia berada di bui dengan ancaman hukuman mati.

Dalam wawancara dua jam di ruang kerjanya, Iqbal, 46 tahun, menyesalkan langkah pemerintah Arab Saudi yang tak memberi tahu Kedutaan Besar Indonesia di Ri­yadh sebelum mengeksekusi Tuti, meski Arab Saudi tak berkewajiban memberikan notifikasi. “Mereka punya hu­kum sendiri yang harus kita hormati,” ujar pria yang me­nguasai bahasa Inggris, Arab, dan Rumania ini. Diplomat yang ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Duta Besar Indonesia untuk Republik Turki mulai tahun depan ini juga angkat bicara tentang kasus yang menimpa pemim­pin Front Pembela Islam, Rizieq Syihab, di Mekah.

Kapan Kementerian Luar Negeri menda­pat kabar eksekusi Tuti Tursilawati?

Pada 28 Oktober, sehari sebelum ekse­kusi, kami mendapat informasi dari ka­wan-kawan di Konsulat Jenderal di Jeddah bahwa baru saja Tuti menelepon dan me­minta dibuatkan paspor. Kami merasa itu aneh. Untuk apa orang yang sedang dipen­jara meminta paspor? Kami pun memin­ta staf di sana mengunjungi Tuti. Keesok­an harinya, 29 Oktober, pukul 10.00 waktu setempat, staf kami tiba di penjara di Kota Tha’if. Ternyata Tuti sudah dieksekusi pu­kul 09.00. Jadi staf kami ikut menyalatkan dan memakamkan almarhumah.

Jenazah Tuti tidak dikembalikan kepada keluarga?

Tidak. Dalam sistem hukum Arab Saudi, semua yang dihukum mati langsung dima­kamkan di sana.

Anda mengabarkannya ke keluarga Tuti?

Ya. Itu bagian terberat buat saya.

Mengapa?

Hubungan saya dengan Ibu Iti Sarniti, ibunda Tuti, sangat dekat. Saya sudah se­perti anaknya sendiri. Sewaktu saya akan mengikuti fit and proper test Duta Besar untuk Turki, salah satu yang saya telepon adalah Ibu Iti, minta didoakan. Kedekatan ini sebenarnya tidak diperbolehkan dalam sistem perlindungan warga negara. Ha­rus menjaga jarak psikologis. Tapi hubung­an saya dengan Ibu Iti sudah telanjur de­kat. Ternyata, dua pekan sebelum ekseku­si, Tuti menelepon ibunya, bercerita…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…