Direktur Eksekutif Council Of Palm Oil Producing Countries Mahendra Siregar: Sawit Indonesia Bisa Hidup Tanpa Eropa.

Edisi: 42/47 / Tanggal : 2018-12-16 / Halaman : 116 / Rubrik : WAW / Penulis : Sapto Yunus, Gabriel Wahyu Titiyoga ,


INDUSTRI sawit Indonesia menghadapi tekanan bertu­bi-tubi. Juni lalu, Uni Eropa menyatakan akan melarang penggunaan minyak sawit sebagai bahan campuran bio­diesel pada 2030. Ini perpanjangan waktu dari sebelum­nya, tahun 2021. Uni Eropa juga akan mengurangi volu­me impor minyak sawit secara perlahan. Selasa pekan lalu, gilir­an Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend
me­minta pemerintah Indonesia meninjau kembali standar sertifi­kasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) karena belum me­menuhi standar Eropa. Ia mengatakan sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil lebih diakui secara internasional.

Direktur Eksekutif Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Mahendra Siregar mengatakan kebijakan Uni Eropa ter­sebut menyalahi prinsip dasar Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang mewajibkan semua anggotanya memberikan per­lakuan yang sama terhadap semua komoditas. “Mulai 2020
eks­por sudah dibatasi. Kami anggap itu diskriminatif,” kata Mahen­dra, 56 tahun, dalam wawancara khusus dengan wartawan Tem­po, Sapto Yunus dan Gabriel Wahyu Titiyoga, di Pacific Place, Ja­karta, Jumat pekan lalu.

Berita miring tentang sawit menjadi santapan rutin Mahendra sejak ia menjabat direktur eksekutif organisasi yang beranggo­takan Indonesia, Malaysia, dan Kolombia itu tiga tahun lalu. Sa­lah satu tugasnya adalah memperjuangkan sawit dari kampa­nye negatif—dari tudingan menyebabkan hilangnya keanekara­gaman hayati, deforestasi, hingga matinya ribuan hewan liar, se­perti orang utan.

Dalam wawancara sekitar satu jam, Kepala Badan Koordina­si Penanaman Modal 2013-2014 itu juga berbicara tentang upaya pemerintah melobi Uni Eropa agar membatalkan larangan ter­sebut serta diversifikasi pasar bagi produk sawit Indonesia dan negara-negara produsen lain. “Kami melihat sawit sebagai
ko­moditas minyak nabati yang paling berkelanjutan dan sangat penting bagi dunia,” ujar Mahendra, yang pada Oktober lalu di­tetapkan sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Ameri­ka Serikat.

Duta Besar Uni Eropa Vincent Guerend menyarankan Indonesia meninjau ulang ser­tifikasi ISPO. Yang mereka terima adalah Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO). Tanggapan Anda?

Saya justru mempertanyakan logika pernyataannya. Pada Januari 2019, Eropa memutuskan sawit berstatus high risk un­tuk indirect land-use change (ILUC). Arti­nya, sawit adalah komoditas yang menu­rut konsep Eropa dianggap berisiko tinggi menyebabkan perubahan lahan. Ini mem­bingungkan, karena produk yang berserti­fikat RSPO dan lain akan dianggap berisiko tinggi untuk ILUC.

Bagaimana negara-negara produsen sa­wit menghadapi isu ini?

Menurut saya, fokusnya ke Indonesia dan negara produsen sawit lain serta
kon­sumen di dunia, bukan lagi ke Uni Eropa. Indonesia sekarang konsumen minyak sa­wit terbesar di dunia. Bahkan lebih besar dari India, yang sudah satu setengah kali lebih besar dari Eropa.

Mengapa Uni Eropa menyarankan meng­gunakan RSPO ketimbang ISPO?

Standarnya berbeda. ISPO adalah man­datory yang merupakan pemenuhan
per­aturan dan undang-undang dari perusaha­an sawit yang beroperasi di Indonesia. Se­dangkan RSPO adalah konsensus di anta­ra anggota, yang sekarang makin banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM). RSPO itu voluntary. Jumlah produksi perusahaan sawit Indonesia, Malaysia, Kolombia, Thai­land yang memenuhi RSPO jauh lebih be­sar daripada kebutuhan Eropa.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…