Peneliti Tsunami Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Widjo Kongko: Pemerintah Belum Memprioritakan Mitigasi Bencana.

Edisi: 45/47 / Tanggal : 2019-01-06 / Halaman : 140 / Rubrik : WAW / Penulis : Nur Alfiyah, Shinta Maharani.,


TSUNAMI di Selat Sunda, 22 Desember lalu, meng­ingatkan orang pada Widjo Kongko. Peneliti tsu­nami Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi itu pernah memaparkan hasil penelitiannya ihwal potensi tsunami di Jawa bagian barat dalam semi­nar yang digelar Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisi­ka di Jakarta, 3 April lalu. Menurut kajiannya, jika terjadi tum­bukan dua lempeng besar (megathrust), Kabupaten Pande­glang, Banten, akan menjadi wilayah dengan ancaman tsuna­mi terbesar. Ombaknya diperkirakan setinggi 57 meter.

Pernyataan Widjo saat itu mengejutkan banyak pihak se­telah muncul di media dalam jaringan (online). Kepolisian Daerah Banten bahkan sempat menelepon Widjo, menanya­kan soal berita itu. Ia mengatakan pangkal soalnya ada me­dia yang menggunakan kata ”prediksi” ihwal potensi tsunami itu. Prediksi, menurut dia, berbeda dengan potensi. ”Predik­si seperti meramal sehingga menimbulkan kesalahpahaman masyarakat. Penyebutan prediksi itu kurang pas,” ujar Widjo dalam wawancara khusus dengan wartawan Tempo, Nur Al­fiyah dan Shinta Maharani, di rumahnya di Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu pekan lalu.

Widjo, 51 tahun, tak sampai dipidanakan. Tapi ia kecewa karena pemerintah tak melakukan antisipasi meski kajian sudah banyak dilakukan. Selain Widjo, ada banyak peneli­ti yang mengkaji potensi tsunami di Selat Sunda. ”Paper dan peta sudah kami sampaikan. Tapi apakah itu yang menjadi kebijakan?” tutur Perekayasa Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai BPPT itu.
Dalam wawancara dua jam yang diselingi beberapa ­panggilan telepon itu, Widjo menjelaskan nasib kajian tsuna­mi di Indonesia, kondisi mitigasi bencana, dan masalah ang­garan.

Apakah penelitian Anda soal tsunami di Selat Sunda sama dengan tsunami 22
De­sember lalu?

Skenarionya berbeda. Waktu itu BMKG meminta saya berbicara tentang potensi tsunami di Jawa bagian barat. Saya mem­buat permodelan megathrust. Saya tidak membuat permodelan tsunami dari Anak Krakatau karena keterbatasan waktu. Tapi teman saya, Boedi Ontowirjo dari BPPT, pada 2012 membuat permodelan tsunami dari Anak Krakatau. Yang dia bikin itu mi­rip dengan kejadian sekarang.

Jadi tsunami itu sudah dikaji oleh pene­liti?

Iya. Yang di Sesar Palu-Koro (penyebab gempa di Donggala dan Palu yang menye­babkan tsunami pada 28 September lalu) itu bahkan sebelumnya sudah jadi diserta­si mahasiswa ITB. Sudah diserahkan ke gu­bernur. Itu jelas, di sana ada ancaman ba­haya.

Bagaimana dengan tsunami sebelumnya, seperti di Aceh, Pangandaran, dan Menta­wai?

Pasti ada kajiannya. Paper dan peta su­dah kami sampaikan. Tapi apakah itu yang menjadi kebijakan?

Kajian-kajian tersebut selesai di meja se­minar saja?

Ya, seminar atau paper. Enggak ada yang sampai ke kebijakan, khusus yang mitiga­si bencana dan tsunami. Siapa yang salah? Apa karena belum ada lembaga yang me­nyambungkan? Saya enggak ngerti.

Bagaimana respons pemerintah ketika di­jelaskan potensi bencana tersebut?

Contohnya kasus saya. April lalu, saya bilang ada potensi tsunami 57 meter di Pandeglang dari…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…