Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Abhan: Memilih Itu Hak, Bukan Kewajiban

Edisi: 50/47 / Tanggal : 2019-02-10 / Halaman : 40 / Rubrik : WAW / Penulis : Reza Maulana, Angelina Anjar,


MAKIN dekat hari pemilihan presiden dan pemilihan legislatif 2019, makin sering Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Abhan pulang dinihari. Sejak penetapan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno sebagai calon presiden-wakil presiden pada Agustus tahun lalu, pria 50 tahun itu hampir tidak pernah tiba di rumahnya sebelum pukul 23.00 Waktu Indonesia Barat.

Setelah meladeni wawancara dengan wartawan Tempo, Reza Maulana dan Angelina Anjar, Jumat malam pekan lalu, misalnya, Abhan menyusul rekan-rekannya mengikuti rapat koordinasi dan rapat pleno dengan Bawaslu daerah hingga hampir tengah malam. Abhan menuturkan, pada masa kampanye pemilihan presiden ini, kesibukannya bertambah terutama karena laporan dugaan pelanggaran. “Pagi, yang lapor tim pasangan nomor urut 01, sore yang lapor 02, ha-ha-ha…,” katanya di ruang kerjanya di kantor Bawaslu, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat.

Satu laporan yang tengah Bawaslu tangani adalah penyebaran Tabloid Indonesia Barokah. Muncul pertama kali pada Desember 2018 di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta, tabloid tersebut dinilai menyebarkan berita positif tentang Jokowi dan mendiskreditkan Prabowo. Meski demikian, Bawaslu menilai tidak ada aturan kampanye yang dilanggar. Yang terbaru, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dilaporkan Advokat Cinta Tanah Air mengenai video “Yang Gaji Kamu Siapa”.

Abhan mengatakan lembaganya lebih khawatir akan penyebaran kampanye hitam di media sosial dan grup percakapan. Bawaslu pun bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta perusahaan platform media sosial seperti Facebook dan Twitter untuk menutup akun-akun yang memuat ujaran kebencian serta hoaks. “Harus ada yang menjadi penyeimbang dengan memberikan informasi yang obyektif dan menyuguhkan fakta,” ujarnya.

Dalam wawancara satu jam tersebut, Abhan juga menyampaikan pendapatnya tentang kaitan cucu Presiden Jokowi dengan kampanye, putusan Bawaslu yang dinilai menguntungkan Oesman Sapta Odang dalam sengketa dengan Komisi Pemilihan Umum, serta pandangannya terhadap golongan putih (golput) alias orang yang tidak menggunakan suaranya dalam pemilihan umum.

Angka golput diprediksi meningkat. Apa yang salah?

Pertama, faktor peserta pemilu. Seperti apa sistem rekrutmen partai politik untuk calon anggota legislatif yang akan didaftarkannya? Kalau masyarakat melihat calonnya itu-itu lagi padahal rekam jejaknya tidak baik, misalnya, itu akan mempengaruhi partisipasi. Kedua, faktor penyelenggara pemilu. Sejauh mana Komisi Pemilihan Umum melakukan sosialisasi serta mendorong partisipasi masyarakat.

Faktor mana yang lebih mempengaruhi masyarakat untuk menjadi golput dalam konteks pemilihan presiden 2019?

Ketika orang datang ke tempat pemungutan suara (TPS), dia disodori lima surat suara. Asumsi saya, mereka akan mencoblos semuanya. Tapi, dalam pilpres kali ini, hanya ada dua calon. Dengan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen, mau tidak mau terpolarisasi oleh partai politik. Seandainya dulu saat uji materi…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…