Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo: Perluasan Jabatan Akan Melecehkan Organisasi TNI

Edisi: 52/47 / Tanggal : 2019-02-24 / Halaman : 92 / Rubrik : WAW / Penulis : Reza Maulana, Angelina Anjar,


DWIFUNGSI militer dan reformasi Tentara Nasional Indonesia menjadi istilah yang kembali banyak disinggung dua pekan terakhir. Penyulutnya adalah rencana Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto memperluas pos penempatan perwira tinggi, termasuk di lembaga sipil dan kementerian. Upaya itu bertujuan menyalurkan ratusan perwira tinggi dan menengah yang non-job alias menganggur.

Sejak Undang-Undang TNI berlaku 15 tahun lalu, penempatan tentara aktif dibatasi pada sepuluh lembaga negara, yaitu Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Pertahanan; Sekretariat Militer Presiden; Badan Intelijen Negara; Lembaga Sandi Negara; Lembaga Ketahanan Nasional; Dewan Ketahanan Nasional; Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan; Badan Narkotika Nasional; serta Mahkamah Agung. Pembatasan ini menghapus dwifungsi, doktrin Orde Baru yang menyebutkan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia memiliki fungsi sosial-politik, di samping pertahanan. Selama Soeharto berkuasa, perwira ada di hampir semua jabatan sipil, dari gubernur, bupati, duta besar, sampai pemimpin perusahaan negara.

Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Agus Widjojo-kini Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional-adalah salah seorang penggagas perubahan tersebut. Bersama perwira menengah lain di Angkatan Darat-Susilo Bambang Yudhoyono dan Agus Wirahadikusumah-dia menggerakkan reformasi TNI setelah Orde Baru tumbang pada 1998. Mereka menyebut dwifungsi ABRI sebagai anak haram tentara.

Agus menyusun konsep reformasi tentara yang disebut “Paradigma Baru TNI”, yang salah satu agendanya adalah menghapus peran tentara di kancah politik. Dia juga yang memimpin penarikan mundur Fraksi TNI/Polri dari Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Perwakilan Rakyat. “Mandat memegang kekuasaan politik tidak boleh dicampur dengan mandat memegang monopoli senjata. Kalau senjata sudah melenceng, tidak ada yang bisa menghentikan,” kata Agus, 71 tahun.

Dalam wawancara khusus dengan wartawan Tempo, Reza Maulana dan Angelina Anjar, di kantornya di Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu, Agus menolak keras wacana perluasan pos perwira aktif. Dia mengatakan, kecuali dalam pemerintah junta militer, tidak ada satu pun negara yang menempatkan tentara pada jabatan sipil. “Legitimasinya dari mana?” ujarnya. Dia menilai penumpukan perwira non-job tersebut merupakan dampak lemahnya manajemen organisasi TNI, dari tidak seimbangnya rekrutmen dan kebutuhan personel sampai paradigma keliru soal lichting-angkatan kelulusan akademi.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto berencana merevisi Undang-Undang TNI sehingga perwira aktif bisa menempati jabatan sipil. Tanggapan Anda?

Menurut saya, Panglima TNI salah menempatkan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…