Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy: Tidak Ada Lagi Sekolah Favorit

Edisi: 22/48 / Tanggal : 2019-07-28 / Halaman : 100 / Rubrik : WAW / Penulis : Sapto Yunus, Angelina Anjar,


BAGI sebagian orang tua murid, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy adalah penyebab mereka uring-uringan sebulan belakangan. Pangkal soalnya apa lagi kalau bukan Penerimaan Peserta Didik Baru 2019. Banyak orang tua dan murid gondok karena gagal masuk sekolah unggulan. Mereka yang merasa mengantongi nilai ujian nasional menjulang tersingkir akibat sistem zonasi, yang memberikan jatah 80 persen dari daya tampung sekolah bagi siswa di sekitar sekolah tersebut.

Muhadjir, yang menelurkan mekanisme itu lewat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2019—perubahan dari Peraturan Mendikbud Nomor 51 Tahun 2018 yang menetapkan jalur zonasi sebesar 90 persen—pasrah dijadikan kambing hitam. Hampir saban malam, menjelang bertahajud, dia menerima keluhan orang tua murid baik lewat Facebook maupun WhatsApp. “Sekarang kan mudah mencari nomor handphone menteri, ha-ha-ha…,” ujar Muhadjir dalam wawancara khusus dengan Tempo di kantornya di Jakarta, Kamis, 18 Juli lalu.

Muhadjir, 62 tahun, mengatakan penerimaan siswa lewat jalur zonasi telah berjalan tiga tahun. Pada 2017, sekolah masih diperbolehkan menggunakan nilai ujian nasional sebagai penyaring calon siswa baru. Pada 2018, reaksi­ keras mulai muncul karena Kementerian memperketat­ aturan itu. Tahun ini pun sama. “Kami sudah menghitung bahwa pasti ada kontraksi karena ini perubahan yang struktural,” tuturnya.

Menurut dia, salah satu penyebab kisruhnya penerimaan siswa baru adalah kurang taatnya beberapa pemerintah daerah terhadap peraturan Menteri Pendidikan dengan membuat aturan turunan yang menyimpang. Salah satunya, kata dia, DKI Jakarta, yang masih merujuk pada nilai ujian nasional dalam seleksi siswa baru. “Ini sudah terlalu jauh dari peraturan Mendikbud,” ucap Rektor Universitas Muhammadiyah Malang 2008-2016 itu.

Meski dihadang banyak protes dan masalah, Muhadjir memastikan penerimaan siswa baru dengan jalur zonasi berlanjut pada tahun-tahun berikutnya, tanpa memandang siapa menterinya. Kepada wartawan Tempo, Sapto Yunus dan Angelina Anjar, Muhadjir mengatakan sistem ini merupakan langkah awal pemerataan kualitas pendidikan. Selanjutnya adalah redistribusi guru serta pemerataan sarana dan prasarana.

Bagaimana evaluasi Anda terhadap Penerimaan Peserta Didik Baru dengan sistem zonasi?

Jalur zonasi ini sudah berjalan di tahun ketiga. Kami memberlakukannya secara bertahap. Jadi dari tahun ke tahun makin ketat. Karena makin ketat, wajar kalau kemudian reaksi masyarakat makin keras.

Dengan kuota relatif sama, kurang-lebih 90 persen, mengapa reaksi tiap tahun berbeda?

Saat awal kami perlonggar. Misalnya masih dimungkinkan memakai nilai ujian nasional. Jadi, untuk persentasenya, pemerintah daerah masih boleh menawar. Karena itu, kontraksinya tidak terlalu tinggi. Nah, pada 2018, sudah mulai ketat. Itulah yang menyebabkan munculnya masalah…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…