Peneliti Politik Australian National University, Edward Aspinall: Kualitas Demokrasi Indonesia Makin Turun

Edisi: 35/48 / Tanggal : 2019-10-27 / Halaman : 100 / Rubrik : WAW / Penulis : Aisha Shadira, ,


GELOMBANG demonstrasi mahasiswa September lalu memacu adrenalin Edward Aspinall. Indonesianis asal Australia yang memulai kariernya dari penelitian terhadap gerakan mahasiswa pada 1990-an tersebut tidak menduga gerakan semasif itu bisa muncul dalam hitungan bulan dari pemilihan umum.
Aspinall, 51 tahun, mengatakan ada benang merah dalam semua gerakan mahasiswa Indonesia dari zaman ke zaman: kebebasan berekspresi dan pemberantasan korupsi. Pengajar Australian National University, Canberra, itu menuturkan, ada masa saat aspirasi tersebut bisa disalurkan lewat pemimpin dan wakil rakyat.

Namun politik identitas yang mengakar sejak pemilihan presiden 2014 dan politik uang yang terus dijalankan calon anggota Dewan membuat saluran itu tersumbat. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat malah merevisi undang-undang yang dia nilai melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi, juga merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan sejumlah undang-undang lain. “Ada ketidaksinkronan antara apa yang dianggap penting oleh masyarakat dan apa yang terjadi di arena politik formal,” ujar Aspinall kepada wartawan Tempo, Aisha Shaidra, melalui sambungan telepon internasional, Jumat, 11 Oktober lalu.

Pertentangan antara elite politik dan masyakat itu antara lain tergambar dari perseteruan Arteria Dahlan, anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Emil Salim, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dalam program diskusi televisi Mata Najwa, Arteria naik pitam setelah Emil Salim menyampaikan pendapat berdasarkan sebuah buku yang menyinggung hubungan antara anggota legislatif dan politik uang. Buku itu adalah Democracy for Sale karya Aspinall dan rekannya asal Belanda, Ward Berenschot.

Dari penelitian terbarunya, Aspinall mendapati penurunan kualitas demokrasi ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Tren yang sama terjadi di sejumlah negara yang masuk demokratisasi arus ketiga, yang beralih dari sistem monarki atau kediktatoran ke demokrasi pada 1970-an. “Dulu yang menumbangkan demokrasi adalah kelompok militer. Sekarang perongrongan justru dari pemimpin yang dipilih secara demokratis, seperti di Hungaria, Polandia, dan Filipina,” ujar Aspinall, yang pekan lalu dinobatkan majalah Research sebagai peneliti top dunia dalam studi Asia.

Fenomena apa yang Anda tangkap dari demonstrasi mahasiswa 2019?

Demonstrasi mahasiswa dan keributan yang menuntut pencabutan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi serta penundaan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan rancangan undang-undang lain itu menunjukkan keanehan.

Keanehan seperti apa?

Gelombang demonstrasi masyarakat, dalam hal ini diwakili mahasiswa, terjadi hanya beberapa bulan setelah pemilihan umum. Ini ironi. Sesudah pemilihan umum, legitimasi dari masyarakat semestinya kuat. Seharusnya masalah terkait dengan kepentingan masyarakat yang berpotensi menimbulkan keresahan seperti ini dapat dibicarakan, didiskusikan melalui saluran pemilihan umum. Yang terjadi, hampir tidak tersentuh. Tampak ada ketidaksinkronan antara apa yang dianggap penting oleh sebagian masyarakat dan apa yang terjadi di arena formal politik perwakilan di Indonesia. Mahasiswa…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…