Mari Kita Sembuhkan Luka Polarisasi Ini

Edisi: 8 Janu / Tanggal : 2022-01-08 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :


MUKTAMAR Nahdlatul Ulama ke-34 di Lampung pada 22-24 Desember 2021 diwarnai kericuhan dan kelucuan. Yahya Cholil Staquf, salah satu calon Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), menceritakan keriuhan dan kelucuan itu.
Di tengah suasana hening penghitungan suara pemilihan Ketua Umum PBNU, misalnya, tiba-tiba ada pengumuman dari pengeras suara tentang sandal peserta yang mungkin tertukar. Ada juga cerita peserta yang mengajukan komplain saat antre di depan meja pendaftaran panitia dengan mengatakan, "Kenapa regenerasinya lama sekali?"
Kepada wartawan Tempo, Abdul Manan dan Agung Sedayu, Yahya Staquf bercerita di kantor PBNU di Jakarta, Rabu, 29 Desember 2021. Gus Yahya terpilih sebagai Ketua Umum PBNU dalam muktamar tersebut setelah meraih 337 suara, mengungguli calon inkumben Kiai Haji Said Aqil Siroj, yang mendapat 210 suara. Ia menilai perhelatan lima tahunan NU kali ini lebih sepi. "Karena pandemi dan tidak ada konteks pertarungan politik yang krusial," kata putra politikus dan ulama Muhammad Cholil Bisri ini.
Dalam perbincangannya dengan Tempo, Yahya menjelaskan alasannya hendak membawa NU berjarak dari politik praktis. Ia menginginkan NU lebih kompak serta berkhidmat untuk kepentingan orang banyak. Ia juga menyatakan tak terganggu oleh kritik atas kedatangannya ke Israel untuk menghadiri pertemuan Forum Global Komite Yahudi Amerika (AJC) di Yerusalem pada 2018, bahkan bersedia datang lagi.
Apa strategi Anda untuk menyatukan NU lagi?
Kalau itu sudah tidak perlu pakai strategi. Nanti solid lagi. Muktamar itu panas-panasan kayak olahraga. Ini teman-teman sendiri. Kami tumbuh bersama. Hubungan saya dengan Kiai Said (Aqil Siroj) itu lebih dari keluarga. Beliau sendiri sudah menyatakan berkali-kali. Ayah Kiai Said itu santri kakek buyut saya. Kiai Said juga rutin setiap tahun memberi ceramah untuk haul kiai di pesantren saya sejak sebelum jadi Ketua Umum PBNU.
Bagaimana situasi muktamar ini dibanding sebelumnya?
Ini paling tenang, paling sepi, karena pandemi dan tidak ada konteks pertarungan politik yang krusial dibandingkan dengan Muktamar 2015 di Jombang, Jawa Timur. Pertama, saat itu Kiai Hasyim Muzadi ingin menjadi Rais Am, sementara ada kiai yang belum bisa menerima. Kedua, ada soal Gus Sholah (Salahuddin Wahid) yang didukung PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan Pak Said Aqil yang didukung PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Saat ini saya dan Pak Said tidak ada konteks kompetisi politiknya.
Bagaimana komposisi pengurus PBNU nanti?
Saya sudah punya gagasan, tapi harus saya komunikasikan dengan Rais Am terpilih (Kiai Haji Miftahul Akhyar) dan bicarakan dengan enam formatur.
Ada syarat khusus untuk menjadi pengurus?
Komitmennya satu: yang nanti masuk PBNU saya minta berkomitmen tidak menjadi calon presiden atau wakil presiden dalam pemilihan presiden kelak.
Mengapa NU harus berjarak dari politik praktis?
Ini fundamental sekali. Dampak pemilihan presiden 2019, terjadi pembelahan di dalam NU. Yang mau pilih Jokowi-Ma'ruf (Joko Widodo-Ma’ruf Amin) itu cuma 58 persen, yang 42 persen tidak mau. NU kini sudah terbelah:…

Keywords: Nahdlatul Ulama | NUJokowiMuktamar Nahdlatul UlamaPBNUYahya Cholil Staquf
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…