Kembali Ke Kedalaman, Kembali Ke Keterampilan Mencipta

Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-01-15 / Halaman : / Rubrik : LAPSUS / Penulis :


KEMATANGAN, ketelatenan, dan keterampilan teknis serta kekokohan menyajikan karya menjadi benang merah parameter untuk mengamati kualitas pertunjukan atau pameran dan karya sastra pada 2021 dalam serangkaian diskusi yang digelar Tempo selama pertengahan Desember 2021 sampai awal Januari 2022. Pandemi Covid-19 yang melelahkan selama dua tahun ini agaknya menjadi titik kerinduan untuk mencari lagi karya yang bukan lagi "coba-coba", melainkan mampu menunjukkan kesubtilan.
“Pada 2021 banyak muncul novel eksperimental. Novel-novel ini, misalnya, mengeksplorasi permainan sudut penutur atau sudut pandang. Menarik memang. Namun kebanyakan tidak diimbangi dengan kedalaman. Beberapa tahun lalu gaya begini cukup mengejutkan. Lama-kelamaan kita kritis karena novel itu sering hanya menunjukkan permainan permukaan,” kata seorang pembicara dalam diskusi Tempo. Senada, pengamat lain melihat sepanjang 2021 dunia seni pertunjukan dipenuhi eksperimen dalam ruang digital, tapi jarang ada yang mampu menghadirkan peristiwa dramatis yang menggugah. “Eksperimen menemukan bentuk dan format baru itu belum banyak menghasilkan karya yang optimal,” ujarnya.

Suasana penjurian Tokoh Seni Pilihan Tempo 2021 kategori Seni Rupa secara daring, 30 Desember 2021. Dok. TEMPO
Pembaca, setiap Januari kami kembali menengok perkembangan dunia seni, sastra, dan musik pada tahun sebelumnya. Kami memilih karya-karya yang inovatif, menyegarkan, juga mampu menyajikan suatu makna yang kuat. Para juri yang kami undang tampak berhati-hati dalam menilai. Mereka memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan estetika baru, tapi juga tetap memperhatikan kemampuan para pencipta menyajikan keutuhan dan kesubliman.
Untuk pemilihan karya, selain dilakukan awak redaksi Tempo yang sehari-hari bekerja meliput tema seni dan budaya, kami mengundang sastrawan Seno Gumira Ajidarma, pengamat sastra Zen Hae; dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Faruk HT; pengamat seni Bambang Bujono; penulis seni rupa Hendro Wiyanto; teaterawan Iswadi Pratama; pengamat musik David Tarigan; dan dosen Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta, Nyak Ina Raseuki.

Bambang Budjono. Youtube.com/Gudskul
Dalam pemilihan tokoh sastra, kami menerima ratusan buku sastra yang dikirim penerbit ataupun pengarang. Kami juga berinisiatif melengkapinya dengan karya lain yang kami perkirakan menarik. Bersama para juri, kami kemudian lebih dulu memilih lima nomine. Tak mudah menentukan pilihan karena begitu banyak karya yang menarik, tapi akhirnya untuk kategori prosa kami memutuskan lima nomine: Anwar Tohari Mencari Mati (Mahfud Ikhwan), Bedil Penebusan (Kiki Sulistyo), Dua Muka Daun Pintu (Triskaidekaman), Kita Pergi Hari Ini (Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie), dan Lebih Senyap dari Bisikan (Andina Dwifatma). Akan halnya untuk kategori puisi, hanya empat buku kumpulan puisi yang menjadi nomine: Lidah Orang Suci (Ahda Imran), Panduan “Jarak-Sosial” di Tempat Kerja Sehari-hari Kaum Introver dan Mager (Lucia Priandarini), Sepotong Hati di Angkringan (Joko Pinurbo), serta Tuhan Padi (Kiki Sulistyo).
Setelah melalui perdebatan yang cukup ketat, dari lima nomine kategori prosa, kami akhirnya bersepakat memilih novel Lebih Senyap dari Bisikan karya Andina Dwifatma sebagai buku prosa pilihan 2021. Sedangkan untuk kategori puisi, kami memilih Tuhan Padi karya Kiki Sulistyo. Novel karya Andina berbicara tentang kehidupan domestik dari sudut pandang seorang perempuan—baik sebagai istri, ibu, maupun anak. Namun cerita dalam novel setebal 155 halaman ini bukanlah fiksi tentang perlawanan perempuan, apalagi yang sarat dengan ideologi feminisme sebagaimana banyak disuarakan akhir-akhir ini. Ini cerita yang realistis dengan singgungan yang kadang surealistis. Pengarang membiarkan seluruh peristiwa sebagaimana adanya.

David Tarigan. TEMPO/STR/Nurdiansah
“Perwatakannya kuat dan memberi kita sosok manusia yang hidup, bulat, dan diam di bumi, bukan di dalam buku. Amara, terutama, adalah sosok yang sangat hidup. Bukan itu saja. Bahasa yang digunakan Andina sangat kokoh, efektif, dan efisien. Dia matang dalam bercerita dan menggunakan bahasa,” ucap Zen Hae. Faruk HT dan Seno Gumira Aji Darma setuju pengarang Lebih Senyap dari Bisikan seolah-olah membiarkan—bukan merancang—seluruh peristiwa. Tidak ada pembelaan untuk ibu yang mencoba membunuh bayinya, tidak ada pula khotbah buat suami yang hancur sebagai suami dan pekerja. Semuanya dipasang untuk menemukan ironi yang getir dan itulah yang kuat dari novel ini. “Lebih Senyap dari Bisikan menjadi semacam serangkaian rintihan tanpa tangisan, rasa kecewa yang dibayangi harapan, rasa takut yang ditemani kepercayaan diri,” ujar Faruk HT. Faruk menilai hal yang membuat Lebih Senyap dari Bisikan istimewa adalah novel ini menukik dalam ke relung-relung kejiwaan perempuan yang sebenarnya penuh…

Keywords: Pentas SeniMusikSeni RupaSastraTokoh Seni PilihanPameran SeniSeni
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05

Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…

M
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05

Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…

C
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05

Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…