Seandainya Terjadi Puncak Infeksi, Fasilitas Sudah Siap

Edisi: 5 Febr / Tanggal : 2022-02-05 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :


MENANGANI bencana alam dan pandemi Covid-19 bukan hal asing bagi Letnan Jenderal Tentara Nasional Indonesia Suharyanto. Sebelum dilantik sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada 17 November 2021, ia turut menangani bencana dan pandemi di Jawa Timur saat menjadi Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya.
Dua tugas barunya kini menambah rutinitas pria kelahiran Cimahi, Jawa Barat, 8 September 1967, ini. Setiap hari Suharyanto harus memantau berbagai bencana di seluruh pelosok. Dia juga secara rutin mengikuti rapat evaluasi penanganan pandemi setiap Senin bersama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Ada juga rapat evaluasi pandemi yang biasanya berlangsung Jumat sampai Ahad bersama Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. “Kecuali ada bencana besar saja kami tinggalkan Jakarta. Kalau kecil, kami rapat terbatas dulu, baru pergi,” katanya di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Jakarta, Senin, 24 Januari lalu.
Dalam wawancara sekitar satu jam dengan wartawan Tempo, Abdul Manan dan Iwan Kurniawan, Suharyanto menjelaskan bencana utama yang dihadapi Indonesia, yang sebagian besar berupa hidrometerologi atau dipicu oleh perubahan suhu dan iklim. Dia mengaku bahwa lembaganya tak bisa sendirian dalam memitigasi bencana, seperti dalam kasus banjir Sintang, yang membutuhkan perbaikan lingkungan di hulu sungai yang merupakan kewenangan pemerintah daerah serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ia juga memaparkan strategi penanganan Covid-19 dan perkiraan puncak pandemi akibat varian Omicron.
Bagaimana penanganan pandemi saat ini?
Indonesia sekarang nomor empat terbaik di dunia dalam penanganan pandemi. Ini karena kami serius menanganinya. Pada 15 Juli 2021, angka positif harian mencapai 80 ribu lebih. Sampai sekarang, selama 192 hari, angkanya turun terus. Sampai 24 Januari lalu, ada 3.000 yang positif. Memang ada peningkatan. Tapi dari 82 ribu ke 3.000 ini memang (penurunan yang) sangat tajam.
Omicron masuk pada 23 Desember 2021. Dari yang saya amati di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, per 24 Januari ada 2.860 pasien yang dirawat. Memang itu kenaikan empat kali lipat dalam satu bulan terakhir. Pada awalnya pasien didominasi pelaku perjalanan luar negeri. Sekarang separuh-separuh, lah. Walaupun secara nasional sekarang lebih banyak transmisi lokal, khusus di Wisma Atlet masih didominasi pelaku perjalanan luar negeri. Inilah pentingnya kita menjaga pintu-pintu masuk.
Yang harus dijaga ini yang masuk lewat Jakarta. Kami punya tempat karantina di tiga titik, yakni rumah susun Pasar Rumput dan Nagrak serta Wisma Atlet Pademangan untuk pekerja migran dan pelajar atau mahasiswa. Yang lain dikarantina di hotel. Tingkat keterisian tempat tidur seluruh Jakarta sekitar 57 persen. Artinya, kekarantinaan ini masih aman, lah. Jumlahnya juga mulai turun, dari 3.000-4.000 menjadi 2.000 pasien.
Pengurangan ini karena ada pembatasan bepergian ke…

Keywords: BNPBBencanabanjir di SintangOmicronSatgas Covid-19
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…