Tembok Patriarki Ini Perlu Kita Kikis

Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-03-12 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :


DIPERJUANGKAN sejak 2016, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) tak kunjung disahkan. Kini rancangan itu masuk Program Legislasi Nasional sebagai inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat dalam sidang paripurna pada 18 Januari lalu. Pemerintah memperkuat rancangan itu dan berusaha mengakomodasi aspirasi kelompok yang menentang rancangan ini bisa segera dijadikan undang-undang.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati menilai ada kebutuhan mendesak agar rancangan itu segera menjadi undang-undang karena jumlah kasus kekerasan masih tinggi, termasuk kekerasan seksual. “Sejak November 2021, tiada hari tanpa pemberitaan kekerasan seksual terhadap perempuan, terutama terhadap anak-anak,” katanya dalam wawancara dengan wartawan Tempo, Abdul Manan dan Linda Trianita, di kantornya pada Jumat, 25 Februari lalu.
Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan masih tinggi, sekitar 20 ribu kasus lebih per tahun sejak 2018 dan yang tertinggi pada 2021 dengan 25.210 kasus. Dalam wawancara sekitar satu jam, Bintang menjelaskan pentingnya undang-undang ini, terobosan yang bisa dilakukan, dan potret kesetaraan gender kita.
Apa yang dilakukan pemerintah agar rancangan ini bisa disahkan?
Kami menunggu. Apa yang menjadi tugas pemerintah sudah kami lakukan semaksimal mungkin. Kami menerima rancangan itu pada 28 Januari, lalu digelar rapat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) menjadi leading sector. Dalam hal pembahasan, ada empat kementerian, yaitu Kementerian PPPA, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Sosial. Dalam penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM), ada 12 kementerian dan lembaga. Waktu itu Imlek, (tapi kami) tidak mengenal libur. Betul-betul dikebut pembahasannya. (Pemerintah menyerahkan DIM pada 11 Februari). Pemerintah menyadari betul urgensi dan kemendesakan rancangan ini untuk bisa disahkan menjadi undang-undang.
Apa yang baru dari usulan pemerintah?
Kalau substansi, tidak banyak berubah. Kami menguatkan versi DPR. Ada beberapa hal yang kami harapkan dalam rancangan ini, beberapa terobosan, yaitu soal penyelenggaraan pelayanan terpadu. Bagaimana ini bisa menjawab apa yang menjadi permasalahan di masyarakat dan memberikan kepentingan terbaik kepada korban.
Apakah nanti di setiap provinsi, kabupaten, atau kota ada layanan terpadu?
Betul. Sebenarnya sudah ada dalam bentuk unit pelaksana teknis daerah pemberdayaan perempuan dan anak (UPTDPPA). Sekarang sudah dibentuk di 31 provinsi dan 198 kabupaten/kota. Dulu UPTDPPA hanya melayani enam fungsi layanan dasar. Ke depan, tata kelolanya akan berubah. Istilahnya one stop service. Korban datang, di sana dia akan mendapat pelayanan yang komprehensif. Itu terobosan yang akan kami jawab dalam rancangan ini. Rancangan ini akan memberi pendampingan, dari pelayanan, perlindungan, sampai rehabilitasi sosial.
Selama ini praktiknya seperti apa?
Sebelumnya, (UPTDPPA) hanya menangani proses pelaporan. Ketika proses pemeriksaan kesehatan dan lain-lain, korban harus ke tempat lain.
UPTDPPA itu nanti akan bertransformasi menjadi layanan terpadu?
Menjadi pelayanan…

Keywords: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan AnakKekerasan terhadap perempuankekerasan seksualKekerasan terhadap AnakRUU TPKS
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…