Saya Memelihara Harapan Sekecil Apa Pun
Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-04-23 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :
SETELAH beberapa lama absen karena pandemi Covid-19, akhirnya Aksi Kamisan, unjuk rasa yang menuntut penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia berat, di pojok barat Monumen Nasional, Jakarta, yang berhadapan dengan Istana Negara kembali. Pada Kamis, 14 April lalu, demonstran berbaju gelap dan berpayung berdatangan. Mereka berdiri melingkar mendengarkan refleksi dan pembacaan puisi dari peserta aksi. Hari itu, Bedjo Untung, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966, berbicara mengenai kebijakan Panglima Tentara Nasional Indonesia Andika Perkasa yang membolehkan keluarga anggota Partai Komunis Indonesia mendaftar menjadi tentara. Aksi Kamisan ini adalah yang ke-724 dan sudah memasuki tahun ke-15.
Di antara peserta, tampak wajah yang sangat tidak asing dan hampir selalu datang dalam acara itu: Maria Katarina Sumarsih. Perempuan 70 tahun ini adalah ibu Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan, mahasiswa Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, yang tewas ditembak pada 13 November 1998. Tragedi itu dikenal sebagai peristiwa Semanggi I. Insiden tersebut terjadi di tengah gerakan mahasiswa setelah mundurnya penguasa Orde Baru, Soeharto.
Sumarsih dan Bedjo adalah penggagas dan pengurus Jaringan Solidaritas Korban (JSK), penyelenggara Aksi Kamisan. Pengurus lain adalah Suciwati, istri Munir Said Thalib, aktivis hak asasi yang meninggal diracun.
Pertama kali digelar pada 18 Januari 2007, bertahannya aksi ini sampai 15 tahun adalah capaian tersendiri. Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang kini menjadi Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut aksi ini sebagai model gerakan untuk menjaga ingatan publik. “Aksi ini juga menjelma menjadi wadah gerakan hak asasi generasi baru,” katanya pada Jumat, 22 April lalu. Usman menyebut Sumarsih sebagai “magnet” karena merepresentasikan anaknya yang merupakan simbol martir anak muda dan gerakan mahasiswa.
Dolorosa Sinaga, pengajar Institut Kesenian Jakarta, melihat Aksi Kamisan sebagai fenomena menarik. Aksi ini mengilhami langkahnya membuka kelas aktivisme seni di kampus. “Pesan yang hendak disampaikan Aksi Kamisan adalah gerakan masyarakat ini bertujuan mencari keadilan dan mendesak pemerintah atau negara melaksanakan tanggung jawabnya menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia berat,” ujar Dolorosa.
Aksi Kamisan menuntut negara menyelesaikan semua kasus pelanggaran hak asasi berat masa lalu, seperti peristiwa 1998, kasus 1965, dan penghilangan orang secara paksa. Namun tema yang diangkat tiap pekan juga disesuaikan dengan kasus pelanggaran hak asasi terbaru, seperti tindakan represif aparat keamanan terhadap warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, pada Februari lalu.
Usman Hamid menyebut strategi ini sebagai bentuk inklusif gerakan Aksi Kamisan. Aksi ini juga menjadi semacam amplifier bagi suara kelompok tertindas atau termarginalkan secara ekonomi. “Isu-isunya sudah membentuk kombinasi antara isu kebebasan sipil, politik, sosial, dan ekonomi,” ucapnya.
Pelaksanaan aksi juga diselaraskan dengan situasi. Di masa pandemi, Aksi Kamisan digelar secara online, seperti lewat diskusi virtual atau membuat cuitan mengenai isu pelanggaran hak asasi terbaru. Sebelum pandemi merebak, mereka…
Keywords: Pelanggaran HAM, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan | Kontras, Jokowi, Susilo Bambang Yudhoyono | SBY, Aksi Kamisan, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…