Dewan Pers Harus Menjadi Mitra Kritis Pemerintah
Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-06-04 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :
DEWAN Pers kini memiliki nakhoda baru. Azyumardi Azra menggantikan Mohammad Nuh memimpin lembaga yang diberi amanat undang-undang untuk melindungi kebebasan pers dan menjaga kepentingan publik ini pada Rabu, 18 Mei lalu. Azyumardi hendak mendorong agar Dewan Pers tak hanya berkutat pada tugas rutin, seperti menangani kasus sengketa pers, tapi juga bersuara dalam isu-isu yang menjadi perhatian publik dan penguatan demokrasi. Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini ingin agar lembaga tersebut menjadi mitra kritis bagi pemerintah.
Alumnus Columbia University, Amerika Serikat, ini dikenal sebagai akademikus yang kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah dan akan tetap bersikap demikian. “Saya tidak melihat ada hal yang perlu dipertentangkan antara sikap kritis pribadi dan Dewan Pers, terutama kepada pemerintah,” katanya.
Dalam wawancara dengan wartawan Tempo, Abdul Manan, pada Kamis, 26 Mei lalu, Azyumardi memaparkan pandangannya mengenai tantangan dan masalah yang dihadapi media saat ini serta bagaimana seharusnya hubungan ideal antara pers, negara, dan masyarakat di tengah kemunduran demokrasi.
Sebagai Ketua Dewan Pers, apa yang mulai Anda lakukan?
Banyak sekali agendanya. Pertama, kami harus melakukan konsolidasi internal. Kedua, secara eksternal ini tak kurang beratnya karena banyak sekali tantangan dan tugas yang dihadapi. Salah satu yang paling pokok adalah revitalisasi Dewan Pers sebagai pembawa aspirasi publik. Dewan Pers seharusnya menjadi mitra kritis pemerintah. Secara obyektif ia bisa memberikan apresiasi kepada pemerintah dalam menjalankan program-program yang memberikan kemaslahatan bagi publik. Tapi, pada saat yang sama, Dewan Pers juga harus mengingatkan pemerintah jika terjadi hal-hal yang tidak pada tempatnya atau tidak patut.
Beberapa tahun terakhir ini banyak ahli mengatakan demokrasi Indonesia mengalami kemerosotan atau cacat. Karena itu, Dewan Pers harus mengingatkan pemerintah. Dalam konteks ini juga, misalnya, tentang pengangkatan pejabat kepada daerah. Pengangkatan itu tidak demokratis dan menghilangkan kedaulatan rakyat karena gubernur, wali kota, dan bupati yang habis masa jabatannya kan (dulu) dipilih oleh rakyat secara langsung. Sekarang, (mereka) begitu saja diganti oleh pemerintah.
Penggantiannya tidak transparan dan hanya melibatkan beberapa kementerian. Publik sama sekali tidak dilibatkan, termasuk dewan perwakilan rakyat daerah. Gubernur punya usul tapi tidak dipedulikan. Juga tidak mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya, yang pada dasarnya meminta agar pemerintah membuat peraturan mengenai pemilihan pejabat kepala daerah. Hal yang cukup fatal adalah mengangkat (anggota) Tentara Nasional Indonesia aktif seperti kasus di Seram Barat, Maluku. Ini hal-hal yang tidak proporsional dan Dewan Pers harus turut mengawalnya.
Bagaimana Anda melihat kondisi dan kinerja pers selama ini?
Media kita memang menghadapi tantangan sangat berat, yaitu meningkatnya digitalisasi di berbagai aspek kehidupan. Banyak media yang tidak lagi mengeluarkan edisi cetaknya. Kalaupun masih ada, oplah mereka berkurang signifikan. Perubahan ini juga mempengaruhi pendapatan media sehingga kemudian berdampak terhadap pekerja pers.…
Keywords: Dewan Pers, Undang-Undang Cipta Kerja, Oligarki, Kebebasan Pers, Kemunduran Demokrasi, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…