Ide Ali Sadikin Membangun Taman Ismail Marzuki
Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-08-13 / Halaman : / Rubrik : LAPSUS / Penulis :
SEKITAR 150 seniman hadir di rumah dinas Gubernur Provinsi DKI Jakarta di kawasan Taman Suropati, Jakarta Pusat, 9 Mei 1968. Mereka bergantian melontarkan saran dan kritik kepada Letnan Jenderal Ali Sadikin yang menjadi Gubernur DKI Jakarta sejak 28 April 1966. Jenderal Marinir itu pun menyimak, meski sesekali memberikan tanda agar para seniman meringkas omongan mereka.
Ali kemudian berdiri dan berbicara. Dia menyampaikan beberapa gagasan dan rencana pemerintah dalam pengembangan seni dan budaya di Jakarta. Ia mengatakan pemerintah akan membangun sebuah pusat kebudayaan yang menjadi tempat para seniman berkumpul dan menampilkan karya. Kegiatan seni di lokasi itu pun akan mendapat dukungan pendanaan dari pemerintah.
Menurut Ali, para seniman akan memiliki kebebasan dalam mengurus semua kegiatan seni di dalamnya. Termasuk menentukan siapa seniman yang bertugas mengelola—awalnya disebut sebagai Badan Pembina Kebudayaan, lalu menjadi Dewan Kesenian Jakarta. Sedangkan pemerintah hanya berperan sebagai pemberi dana.
“Pidato Ali malam itu sama persis dengan isi makalah yang dibuat di Harian KAMI. Berarti apa yang kami tulis saat itu disetujui 100 persen,” kata Goenawan Mohamad, salah satu seniman yang hadir malam itu, kepada Tempo di Salihara, Jakarta Selatan, Kamis, 28 Juli lalu.
Goenawan Mohamad di Salihara Arts Center, Jakarta, 28 Juli 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Menurut dia, sejumlah seniman sebenarnya sudah lama mendorong pemerintah membangun pusat kebudayaan. Pelukis Oesman Effendi dan perupa Trisno Sumardjo bahkan sempat membuat usul sketsa atau desain gedung pusat kebudayaan itu di majalah Siasat, awal 1950-an.
Semangat yang sama kembali disuarakan sejumlah seniman dan wartawan, seperti Goenawan, Arief Budiman, Arifin C. Noer, Salim Said, dan Sayadi, melalui Harian KAMI, Harian Kompas, Harian Pelopor, Harian Angkatan Bersenjata, dan Sinar Harapan pada awal 1968. Mereka sebenarnya hanya mencoba-coba karena mengetahui Ali sebagai pemimpin yang rajin membaca berita media massa untuk membuat keputusan dan kebijakan.
Suatu hari Arief Budiman menuliskan semua gagasannya tentang pusat kebudayaan. Makalah itu diketik pada tiga lembar kertas kuarto berwarna biru. Dokumen tersebut…
Keywords: W.S. Rendra, Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki, Betawi, seniman, Oesman Effendi, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…