Jangan Berharap Kepada Yang Mengkhianati Kita

Edisi: 18 Sep / Tanggal : 2022-09-18 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :


KASUS pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib memasuki tahun ke-18 pada September ini. Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan itu meninggal karena diracun dengan arsenik dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-947 dari Jakarta ke Amsterdam pada 7 September 2006.
Pegawai dan petinggi Garuda serta pejabat Badan Intelijen Negara (BIN) dituduh terlibat dalam pembunuhan itu dan kemudian diadili. Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda, divonis bersalah sebagai pelaku peracunan dan diganjar hukuman 14 tahun penjara. Direktur Utama Garuda Indonesia Indra Setiawan juga dihukum karena membantu menjadikan Pollycarpus penumpang dalam pesawat tersebut.
Satu-satunya petinggi BIN yang diadili dalam kasus ini adalah Deputi V Bidang Penggalangan Muchdi Purwopranjono. Bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus ini diduga sebagai pemberi perintah kepada Pollycarpus. Dalam sidang pada 31 Desember 2008, hakim Suharto membebaskan Muchdi karena menilainya tidak terbukti terlibat.
Suciwati, istri Munir, mengaku kecewa atas proses hukum kasus ini. Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) lalu dibentuk untuk mengadvokasi kasus Munir. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, ada sejumlah petinggi BIN yang disebut terlibat tapi tidak diproses hukum. Kejaksaan Agung juga tak mengajukan permintaan kasasi atas putusan bebas Muchdi, meskipun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia merekomendasikan pengadilan diulang.
Advokasi kasus kematian Munir ini sangat panjang dan melelahkan. Suciwati menuangkan kisah kehidupannya bersama Munir dan ancaman yang ia hadapi dalam buku Mencintai Munir yang diselesaikan dalam 10 bulan. "Namanya migrain dan muntah-muntah adalah bagian dari proses (penulisan) itu," katanya dalam peluncuran buku itu di Kemang, Jakarta, pada Rabu, 14 September lalu.
Pembunuhan Munir terjadi pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Proses hukumnya dijalankan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah Muchdi divonis bebas, kasus Munir berhenti. Tak ada perkembangan berarti dalam pemerintahan sesudahnya meski Jokowi pernah mengatakan ingin menyelesaikan kasus ini.
Dalam orasi di depan aksi Kamisan di seberang Istana Negara, Jakarta, pada Kamis, 15 September lalu, Suciwati menyampaikan kegelisahannya. Ia menilai saat ini tidak ada partai oposisi yang berani mempertanyakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, termasuk penyelesaian lewat jalur non-yudisial yang dipilih pemerintah. "Partai-partai lebih sibuk untuk tetap berkuasa. Isu hak asasi manusia hanya menjadi batu loncatan untuk berkuasa, termasuk Jokowi dengan Nawa Cita-nya," tuturnya.
Selama 18 tahun mengadvokasi kasus Munir, Suciwati dan Kasum menghadapi banyak hal. Ancaman dan teror datang silih berganti untuk membuatnya berhenti mengangkat kasus ini. Namun semangatnya tak kendur. "Aku sejak awal sama almarhum itu sudah bilang bahwa mati-hidup kita itu bukan urusan manusia," ujarnya dalam wawancara dengan wartawan Tempo, Abdul Manan, Iwan Kurniawan, dan Rara Resya, pada Sabtu, 10 September lalu.
Dalam wawancara sekitar satu jam, Suciwati menuturkan perjuangannya dalam mengangkat kasus Munir.…

Keywords: Muchdi PrJokowiPollycarpus Budihari Priyanto Badan Intelejen NegaraMunir Said Thalib
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…