Benarkah Proyek Karet Michelin Di Jambi Praktik Greenwashing
Edisi: 23 Okt / Tanggal : 2022-10-23 / Halaman : / Rubrik : LIN / Penulis :
MENJADI perusahaan karet alam berkelanjutan terkemuka di dunia adalah visi PT Royal Lestari Utama, induk PT Lestari Asri Jaya di Kabupaten Tebo, Jambi. Perusahaan milik Michelin Group—produsen ban terbesar di dunia asal Prancis—ini menetapkan komitmen ambisius dalam proyek karet alam di Indonesia. Dalam situsnya, perusahaan ini menyatakan berkomitmen terhadap upaya nol deforestasi, mendukung pengembangan masyarakat lokal, dan melindungi habitat satwa liar yang populasinya terancam.Saat berdiri pada 2015, PT Royal Lestari Utama (RLU) dibentuk secara patungan oleh Michelin Group dan Barito Pacific Group dengan komposisi saham 49 persen : 51 persen. Struktur kepemilikan ini berubah setelah Michelin membeli semua saham Barito pada 21 Juni 2022. PT RLU memiliki dua anak usaha, yaitu PT Lestari Asri Jaya yang area konsesinya berada di Kabupaten Tebo dan PT Multi Kusuma Cemerlang di Kalimantan Timur. Untuk mengembangkan karet alam, PT RLU dipromosikan sebagai proyek hijau dan kemudian mendapat obligasi keberlanjutan dari Tropical Landscapes Finance Facility pada 2018. Reportase Tempo mendapati deforestasi dan konflik dengan masyarakat serta suku Anak Dalam di area konsesi PT Lestari Asri Jaya.
•••
SEBELUM menjadi anak usaha PT Royal Lestari Utama, PT Lestari Asri Jaya (LAJ) dimiliki oleh PT Barito Pacific Group dan memperoleh izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu industri-hutan tanaman industri dari Menteri Kehutanan pada 2010. Area konsesi hutan tanaman industrinya seluas 61.495 hektare, berada di empat kecamatan di sisi barat Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, yakni Sumay, Serai Serumpun, VII Koto Ilir, dan VII Koto.Area konsesi PT Lestari ini dulu adalah bagian dari wilayah hak pengusahaan hutan (HPH) PT Industries et Forest Asiatiques (IFA), perusahaan kayu Prancis yang kemudian dimiliki Barito. Menurut Rudi Syaf, Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, perusahaan itu mendapatkan konsesinya pada 1970-an dengan luas sekitar 100 ribu hektare.Pada masa itu, kata Rudi, pemegang HPH mengambil kayu secara selektif. Kayu berdiameter di atas 60 sentimeter diambil, sementara yang di bawah ukuran itu tak disentuh. Situasi berubah drastis setelah terjadi reformasi politik pada 1998. Tak lama kemudian izin PT IFA berakhir. "Setelah reformasi, area ini banyak dirambah," ucap Rudi saat dihubungi pada Senin, 10 Oktober lalu. Sumbasri, warga Pemayungan, Kecamatan Sumay, yang menetap di daerah ini sejak 1975, mengatakan, setelah izin PT IFA berakhir, banyak perusahaan lebih kecil yang beroperasi di daerah tersebut. Perusahaan yang umumnya berbentuk persekutuan komanditer atau CV ini mengambil semua kayu, yang berdiameter besar ataupun kecil. "Setelah PT IFA itu kayu sudah banyak berkurang," tutur Sumbasri saat ditemui di rumahnya pada Rabu, 2 Februari lalu.
Suasana perkebunan karet PT LAJ di Pemayungan, Sumay, Tebo, Jambi, 3 Februari 2022/Tempo/Abdul Manan
PT LAJ, merujuk pada dokumen analisis mengenai dampak lingkungan 2009, mengklaim area konsesinya telah sangat terdegradasi. Perusahaan ini menyatakan lebih dari 61 persen area konsesinya dikategorikan sebagai hutan alam bekas tebangan. Selebihnya adalah belukar atau lahan yang dikelola masyarakat.Sumbasri mengatakan pada 1990-an bukan hanya perusahaan yang mengambil kayu di hutan Tebo. Sejumlah warga, termasuk dia, melakukan hal yang sama tapi dengan skala terbatas.…
Keywords: PT Barito Pacific, Deforestasi, Karet, PT Lestari Asri Jaya, Greenwashing, Michelin, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Indorayon Ditangani oleh Labat Anderson
1994-05-14Berkali-kali lolos dari tuntutan lsm dan protes massa, inti indorayon kini terjerat perintah audit lingkungan…
Bah di Silaut dan Tanahjawa
1994-05-14Dua sungai meluap karena timbunan ranting dan gelondongan kayu. pejabat menuding penduduk dan penduduk menyalahkan…
Daftar Dosa Tahun 1993
1994-04-16Skephi membuat daftar hutan dan lingkungan hidup yang mengalami pencemaran berat di indonesia. mulai dari…