Imf: Ekonomi Indonesia Paling Tangguh
Edisi: 6 Nove / Tanggal : 2022-11-06 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :
RESESI di ambang pintu, kata pelbagai prediksi ahli. Jika tak diantisipasi, resesi bisa berubah menjadi krisis ekonomi. Dana Moneter Internasional (IMF) juga memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kawasan Asia dan Pasifik akan melambat pada 2022 dan 2023. Pemicunya adalah pengetatan keuangan global yang menyebabkan melemahnya sisi permintaan terhadap barang dan jas. Dua dampak yang tak kalah penting adalah invasi Rusia ke Ukraina dan perlambatan tajam di ekonomi Cina. Prediksi IMF itu dituangkan dalam laporan “Sailing into Headwinds” yang diluncurkan di Singapura pada Kamis, 27 Oktober lalu. Untuk Indonesia, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi turun dari 5,3 persen pada tahun ini menjadi 5 persen tahun depan. Meskipun begitu, IMF menilai pertumbuhan itu masih lebih tinggi dibanding negara-negara lain. Ekonom senior IMF, Yan Carrière-Swallow, menjelaskan, prediksi ekonomi tahun depan dalam laporan itu di kantor Tempo pada Selasa, 1 November lalu. Ia ditemani Senior Resident Representative IMF untuk Indonesia, James P. Walsh. Dalam wawancara sekitar satu setengah jam, Yan dan James memaparkan situasi ekonomi global dan dampaknya bagi Indonesia. Keduanya juga menanggapi rencana pemerintah mematok target pertumbuhan di atas 5 persen, utang luar negeri, melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, target investasi Rp 1.900 triliun pada tahun depan, hingga pembangunan Ibu Kota Nusantara.
Jadi apa yang terjadi dengan ekonomi global tahun depan?
Yan Carrière-Swallow: Suasana pertemuan tahunan IMF di Washington, DC, Amerika Serikat, pada Oktober lalu cukup suram karena terus turunnya kinerja pemain utama ekonomi global. Saran kebijakan utama kami di tingkat global adalah bank sentral menurunkan inflasi tinggi. Tapi kebijakan ini menciptakan hambatan besar bagi pasar di seluruh dunia, yang harus menghadapi kenaikan suku bunga yang cepat dan pada saat yang sama permintaan eksternal melambat dari negara-negara maju akibat pengetatan moneter mereka. Untuk Asia, kami menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi pada 2022 menjadi 4 persen. Itu lebih rendah dari prediksi pada 2021, ketika ekonomi pulih setelah pandemi. Kami melihat prospek Asia dibentuk oleh faktor-faktor global ini, di antaranya pengetatan kondisi keuangan akibat inflasi sangat tinggi di sebagian besar ekonomi maju, baik Amerika maupun Eropa. Bank sentral harus merespons dengan sangat kuat inflasi yang tinggi itu. Pengetatan keuangan mulai menyebabkan biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk ekonomi Asia-Pasifik, meskipun di pasar negara berkembang kami masih melihat kondisi keuangannya relatif baik.
Apa faktor penting penurunan ekonomi itu?
Yan: Pengetatan keuangan mungkin merupakan tantangan terbesar saat ini. Itu menempatkan bank sentral dalam ruang yang sempit karena pada saat mereka mendukung ekonomi dalam pemulihan setelah pandemi Covid-19, mereka dihadapkan pada faktor-faktor eksternal ini, termasuk inflasi, suku bunga tinggi, dan itu menciptakan trade-off untuk kebijakan moneter yang sulit ditangani. Tantangan kedua adalah perang di Ukraina. Invasi Rusia ke Ukraina memicu lonjakan yang sangat besar dalam krisis global. Untuk Asia-Pasifik menjadi kejutan negatif, tapi tidak untuk semua negara. Indonesia tidak terkecuali.
Mana yang lebih besar dampaknya?
Yan: Invasi ke Ukraina mengganggu pasar energi di Eropa.…
Keywords: IMF, Ekonomi Indonesia, Utang Luar Negeri, Resesi, Ibu Kota Nusantara, Invasi Rusia, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…