Dari Utara Membela Kaum Hawa
Edisi: 25 Des / Tanggal : 2022-12-25 / Halaman : / Rubrik : LAPSUS / Penulis :
PANTAI Dusun Lokoq Buaq di Desa Sukadana, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, pada Jumat pagi itu tampak cerah. Sekelompok perempuan berlari menuju bibir pantai, menyongsong sebuah perahu nelayan yang hendak menepi. Begitu badan sampan menyentuh pasir, para perempuan itu mengapit sisi kanan-kiri perahu, lalu bersama mengangkatnya menjauhi air.
Sebagai balas jasa kepada para perempuan yang telah membantu mengangkat sampannya, nelayan sudah menyiapkan ikan untuk dibagi. Jumlahnya tergantung hasil tangkapan. Biasanya setiap orang memperoleh dua-tiga ikan berukuran sedang dari setiap nelayan. Jika dikumpulkan hasilnya lumayan untuk lauk di rumah. Aktivitas para perempuan itu dikenal dengan sebutan menciru.
Saraiyah berada di antara para perempuan yang menciru hari itu. Setiap ada kesempatan, pemimpin Sekolah Perempuan Pelangi ini kerap menciru bersama perempuan-perempuan di desanya. Namun, khusus saban Jumat, ia wajib berada di pantai Lokoq Buaq. Tak sekadar menciru, tapi hari itu adalah jadwal rutin berkumpul dengan anggota sekolah perempuan.
Belakangan, aktivitas Saraiyah dan anggota sekolah perempuan bertambah dengan keberadaan tambak udang vaname yang mereka kelola. Mereka juga membersihkan area tambak udang.
Saraiyah, 51 tahun, bukanlah ketua atau pemimpin yang terbiasa main perintah dan hanya melihat anak buahnya bekerja. Begitu tiba di lokasi, ia langsung mengambil caping dan sapu lidi, kemudian larut bersama para perempuan lain membersihkan tambak udang. “Merawat udang seperti merawat bayi. Harus telaten,” kata Saraiyah kepada Tempo, Jumat, 16 Desember lalu.
Kegiatan mengelola tambak udang dilakukan dalam dua tahun terakhir. Ada 80 orang yang mengurusi 44 kolam udang berdiameter 5 meter itu. Kehadiran tambak udang ini adalah jawaban atas kegelisahan Saraiyah tentang masalah ekonomi perempuan di desanya. “Sebagian dari mereka adalah korban kekerasan dalam rumah tangga, termasuk perempuan kepala rumah tangga,” ujarnya.
Ketua Sekolah Perempuan Nusantara KLU NTB, Sarayiah (kanan) memberikan edukasi kepada sejumlah warga terkait penyebaran berita hoaks, kekerasan seksual dan pernikahan anak di bawah umur di "sekepat" atau saung bambu Desa Sukadana, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, 16 Desember 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Pemerintah daerah membantu menyediakan prasarana untuk mereka. Adapun modal usaha disiapkan sendiri secara urunan. Dua tahun berjalan, usaha tambak udang mereka masih menghadapi banyak kendala, terutama soal pemasaran. Namun manfaatnya sudah mulai dirasakan. “Alhamdulillah hasilnya sangat membantu,” ucap Meri Andani, 31 tahun, salah seorang anggota sekolah perempuan yang ikut mengelola tambak udang vaname.
Begitu pula Linawati, 20 tahun, anggota sekolah perempuan yang kini menjadi kepala rumah tangga setelah resmi bercerai. Lina adalah salah seorang pelaku pernikahan usia anak. Dia menikah pada usia 16 tahun dengan pria yang dikenalnya dari media sosial. Nahas, pernikahan itu kandas.
Mereka sebetulnya sudah dikaruniai seorang anak berumur 4 tahun. Namun perangai buruk sang suami membuat Lina tidak bisa mempertahankan rumah tangganya. “Dia pulang ke rumahnya karena banyak masalah dengan orang-orang kampung,” kata Lina. Sejak itu, suaminya tak lagi menafkahi Lina dan anaknya.
Lina merasa sangat terbantu dengan keterlibatannya dalam…
Keywords: Kabupaten Lombok Utara, kekerasan seksual, UU TPKS, Saraiyah, Anti Kekerasan Seksual, Pernikahan Anak, Kapal Perempuan, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…