Krisis Myanmar Membahayakan Demokrasi Kita

Edisi: 30 Apr / Tanggal : 2023-04-30 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :


BUSYRO Muqoddas, Marzuki Darusman, dan Aliansi Jurnalis Independen mengajukan permohonan uji materi (judicial review) Undang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Konstitusi pada September 2022. Ketiganya meminta empat kata dalam undang-undang itu, yaitu “oleh warga negara Indonesia”, dinyatakan inkonstitusional karena tidak sesuai dengan asas universalitas dalam Undang-Undang Dasar.
Menurut Marzuki, permohonan itu dirintis oleh aktivis HAM di Indonesia dan Myanmar Accountability Project untuk mencari terobosan dalam penuntutan kepada pelaku genosida terhadap kelompok etnis Rohingya. Marzuki sudah lama bergelut dalam isu Myanmar. Ia pernah diminta Perserikatan Bangsa-Bangsa memimpin tim pencari fakta (TPF) tentang Myanmar selama 2017-2019. Ia bersama koleganya di TPF Myanmar, Christopher Dominic Sidoti, dan Pelapor Khusus PBB tentang Myanmar, Yanghee Lee, kemudian mendirikan Special Advisory Council for Myanmar yang kini menjadi penghubung berbagai kelompok di Myanmar dengan PBB.
Marzuki sebenarnya optimistis permohonan mereka akan membuahkan hasil karena pendapat hakim yang mendukung dan menolak universalisme HAM seimbang. Namun Mahkamah akhirnya menolak permohonan itu dalam putusannya pada Jumat, 14 April lalu. Meskipun demikian, ia tidak menyerah. “Harus cari jalan lain untuk mengajukan lagi ke MK, tapi lewat pintu lain. Ini sedang dipelajari,” kata Marzuki dalam wawancara secara daring dengan wartawan Tempo, Abdul Manan, Iwan Kurniawan, dan Daniel Achmad, pada Kamis, 20 April lalu.
Dalam wawancara sekitar satu jam itu, Marzuki menjelaskan genosida terhadap Rohingya dan upaya menuntut para pelakunya ke pengadilan. Ia juga berharap Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 9-11 Mei mendatang di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, mengevaluasi lima butir konsensus ASEAN tentang Myanmar, termasuk ihwal penghentian kekerasan dan pelaksanaan dialog antarpihak yang bertikai.
Bagaimana permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi ini muncul?
Ini komitmen dari aktivis Indonesia bekerja sama dengan Myanmar Accountability Project, yang berpusat di London. Dua pihak ini menjajaki atau mempelajari cara untuk bisa melakukan penuntutan terhadap para pelaku pelanggaran HAM serius di Myanmar yang sudah berlangsung 30 tahun lebih. Juga menimbang bahwa tata hukum di Myanmar tidak mungkin bisa mengadili pelaku-pelaku ini karena keterlibatan rezim dan kelemahan penegakan hukum di sana.
Dalam praktik internasional, ada tiga jalan untuk melakukan penuntutan. Pertama, Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Kedua, pembentukan mahkamah pidana internasional khusus oleh PBB, seperti halnya untuk Yugoslavia, Rwanda, dan Kamboja. Nah, kami ingin menjajaki jalan yang ketiga, yaitu pengadilan nasional yang bisa menjalankan fungsi peradilan internasional. Jadi tidak lagi perlu membentuk mahkamah internasional, tapi bisa dilekatkan pada peradilan nasional suatu negara.
Negara mana yang sudah bisa berfungsi sebagai peradilan internasional?
Argentina, Turki, Belgia, Inggris, dan Spanyol. Makanya bisa dilakukan peradilan internasional di sana. Sekarang sudah ada (upaya mengadili kasus Myanmar) yang dilakukan di Argentina. Turki dan Inggris bisa, cuma belum dilakukan karena ingin (pengadilannya) di dekat tempat kejadian, yaitu di wilayah (Asia Tenggara)…

Keywords: ASEANRohingyaMarzuki DarusmanMahkamah KonstitusiPengadilan HAMKrisis Myanmar
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…