Bagaimana Penambangan Pasir Menenggelamkan Pulau Kecil

Edisi: 30 Apr / Tanggal : 2023-04-30 / Halaman : / Rubrik : LIN / Penulis :


BELUM tenang hati Eryanto, 37 tahun, meski aktivitas penambangan pasir laut PT Logomas Utama dihentikan sementara oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan per 13 Februari 2022. Nelayan dari Desa Suka Damai di Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau, ini merasa tak ada jaminan perusahaan tambang asal Jakarta itu bakal hengkang dari perairan Pulau Rupat. Pasalnya, izin usaha penambangan (IUP) yang diberikan Pemerintah Provinsi Riau pada 2017 masih belum dicabut.
Ketua Kelompok Nelayan Kerapu Suka Damai tersebut sudah malang-melintang mengupayakan pencabutan izin. Kelompoknya kerap berdemo menolak tambang serta mendatangi kapal penambang dan mengusir mereka dari perairan. Puncaknya, pada 18 April 2022, ia dan Ketua Kelompok Nelayan Andesta Camar Laut Desa Titi Akar mengirim surat bertulisan tangan kepada Presiden Joko Widodo melalui Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Surat itu meminta Presiden memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menarik IUP PT Logomas.
“Bagaimana mungkin kami tidak memprotes, lokasi itu tempat mencari nafkah. Lokasinya bagus untuk memancing dan menjaring ikan,” kata Eryanto saat ditemui di rumahnya di Dusun Kuala Simpur, Kamis, 19 Januari lalu. Dia menerangkan, IUP tersebut harus dicabut karena Rupat tidak cocok dijadikan tambang. Apalagi banyak pulau kecil di kawasan ini. Penambangan pasir laut itu mengakibatkan abrasi, meski baru terjadi pada pulau-pulau kecil. “Kami kan tinggal di pinggir pantai, abrasi ini membuat kami khawatir,” tutur Eryanto, yang merupakan warga asli Pulau Rupat dari suku Akit.
Kekhawatiran Eryanto beralasan, sejak PT Logomas mengoperasikan kapal-kapal pengisap pasir laut pada November 2021, perairan menjadi keruh. Dampak langsung yang dirasakan nelayan adalah menurunnya jumlah tangkapan. Mereka meyakini kapal-kapal besar itu telah merusak padang lamun dan terumbu karang yang menjadi “rumah” ikan. “Semua jenis ikan sulit ditemukan, juga udang dan kepiting,” ucap Eryanto. "Biasanya 10 kilogram itu gampang didapat, tapi saat tambang berjalan, dapat 1 kilogram saja susah minta ampun." 
Eryanto mengungkapkan, wilayah penambangan pasir laut PT Logomas di perairan sekitar Pulau Babi, Beting Aceh, dan Beting Kuali atau Beting Tinggi itu bertumpang-tindih dengan lokasi nelayan tradisional memancing dan membuang jaring. “Di lokasi tambangan itu sejak dulu merupakan tempat menangkap ikan. Saya saja sudah lebih dari 20 tahun melaut, sejak dari kelas IV sekolah dasar,” Eryanto bercerita. “Dulu saya pakai dayung. Sekarang saja ada modal, sehingga bisa membeli pompong.”
Kepala Desa Suka Damai, Abdul Aris, mengatakan keberadaan pertambangan pasir laut PT Logomas memang tanpa setahu pemerintah desa. “Kami menyadari pemerintah desa tidak punya kapasitas apa-apa dalam legalitas tambang,” kata Aris saat ditemui di Balai Desa, Kamis, 19 Januari lalu. “Tapi, apa pun kegiatan yang melibatkan warga dan wilayah itu, setidaknya ada tembusan ke pemerintah desa. Sebab, ketika timbul gejolak, kan akhirnya bermuara ke pemerintah desa,” tuturnya.

Tanda pengumuman penghentian sementara kegiatan penambangan pengangkutan pasir laut oleh PT. Logomas Utama di perairan Pulau Rupat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, di Pulau Babi, 18 Januari 2023/Tempo/ Robby Bachtiar
Aris mengatakan, setelah muncul penolakan…

Keywords: Kabupaten LinggaKabupaten BengkalisAbrasiNelayanPenambangan Pasir LautTerumbu KarangPulau Rupat
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Indorayon Ditangani oleh Labat Anderson
1994-05-14

Berkali-kali lolos dari tuntutan lsm dan protes massa, inti indorayon kini terjerat perintah audit lingkungan…

B
Bah di Silaut dan Tanahjawa
1994-05-14

Dua sungai meluap karena timbunan ranting dan gelondongan kayu. pejabat menuding penduduk dan penduduk menyalahkan…

D
Daftar Dosa Tahun 1993
1994-04-16

Skephi membuat daftar hutan dan lingkungan hidup yang mengalami pencemaran berat di indonesia. mulai dari…