Wawancara Tomy Winata Soal Konflik Pulau Rempang: Ini Hanya Miskomunikasi

Edisi: 17 Sep / Tanggal : 2023-09-17 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :


TAK mudah meyakinkan Tomy Winata untuk menerima permintaan wawancara. Nama pengusaha ini mencuat setelah terjadi kerusuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, pada Kamis, 7 September lalu. Polisi hendak mengosongkan pulau seluas 16.500 hektare itu dengan memindahkan 10 ribu penduduknya ke Pulau Galang. 
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) hendak menjadikan Pulau Rempang sebagai Rempang Eco-City, pusat bisnis dan industri Batam. Pengembangnya adalah PT Makmur Elok Graha, anak usaha Artha Graha Network, kelompok bisnis yang didirikan Tomy Winata.
Permintaan wawancara ke nomor selulernya tak berbalas. Menurut orang-orang dekatnya, Tomy sedang berada di Eropa untuk mencari investor bagi pembangunan Pulau Rempang. Karena itu, ia baru menyatakan kesediaan diwawancarai pada Kamis, 14 September lalu. Esoknya, Tomy harus terbang lagi ke luar negeri. Ia meminta wawancara dilakukan di Musro Club and Lounge Hotel Borobudur di Jakarta Pusat.
Klub di hotelnya itu adalah tempat yang biasa ia gunakan untuk menjamu tamu istimewa. Stafnya meminta lima wartawan Tempo datang ke sebuah ruangan yang berisi meja bundar raksasa berdiameter 6 meter. Tomy tiba lima menit sebelum jam wawancara. Ada sembilan orang yang mendampinginya, termasuk Nuraini Setiawati, direktur PT Makmur Elok Graha.
Memakai kemeja biru linen dan celana hitam bertali serta sepatu kets, Tomy terlihat berwajah segar di usia 65 tahun dengan rambut yang hampir seluruhnya memutih. Ia menyinggung soal perseteruannya dengan Tempo 20 tahun lalu karena artikel “Ada Tomy di Tenabang?” yang mengulas kebakaran pasar Tanah Abang. “Saya harus menggugat untuk mengungkap duduk perkara sebenarnya,” katanya.
Sebelum wawancara dimulai, Tomy meminta izin ke toilet. “Kalau mau meladeni wawancara Tempo, bawaannya sakit perut,” ucapnya, terbahak. Di depan Tomy, terlihat balsam dan kayu putih. Selama dua jam ia menjelaskan soal Rempang Eco-City kepada Riky Ferdianto, Abdul Manan, Aisha Shaidra, Fajar Pebrianto, dan M. Taufan Rengganis dari Tempo. Namun ia menolak dipotret sendirian.
Jadi PT Makmur Elok Graha mendapat konsesi Pulau Rempang sejak 2001. Apa yang dilakukan perusahaan selama itu?
Kami bernegosiasi. Bagaimana investasinya, bentuknya, modalnya, dengan beberapa investor. Akhirnya tinggal dua investor. Satu dari negara sahabat, satu dari kami. Terakhir sudah mau teken, negara sahabat ini mundur. Baru kami masuk. Baru kami detailkan komitmennya sampai jadi agreement pada 2004.
Setelah itu kenapa proyek ini seperti mandek?
Kami bersurat terus. Kami mengawal juga.
Apa kendalanya?
Saya enggak bisa ngomong. Pokoknya kami belum dapat izin atau green light untuk masuk.
Perjanjian 2024 itu bukan izin?
Sudah ada perjanjian.
Polisi memeriksa Anda pada 2007. Apa itu jadi kendala?
Wajar, kan? Ini ada main enggak, nakal enggak. Bukan hanya polisi. Saya diperiksa, diinvestigasi juga oleh penegak hukum lain.
Apa yang mereka tanyakan?
Audit forensik terhadap legalitas kami. Saya bilang, saya bekerja apa adanya. Tidak ada dasar-dasar hukum yang bisa membatalkan agreement kami. Bisa batal kalau kedua belah pihak sepakat.
Kapan penyerahan lahan di Pulau Rempang? Baru tahun ini?
Baru rencana. Mereka kosongkan, baru menyerahkan kepada kami sebagai dasar menyiapkan investor masuk.
Siapa yang…

Keywords: Tomy WinataBatamArtha GrahaKonflik LahanBP BatamRempang Eco City
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…