2020-03-04 06:43:43 Sejarah Aktual

Tip Memotret Saat Melancong untuk Hasil Foto Tak Biasa

Memotret menjadi salah satu kegiatan wajib saat melancong. Tentu saja para pengelana ingin menghasilkan beragam foto yang yahud selama melakukan perjalanan.

Namun bagi sejumlah wisatawan, membuahkan foto-foto indah saja tak cukup. Perlu kebaruan-kebaruan supaya foto terlihat tak biasa saja dan tidak membosankan. Apalagi jika objek destinasi wisata yang dipotret sudah terkenal.

Menurut fotografer profesional sekaligus juri lomba foto Gebyar Wisata dan Budaya Nusantara 2018, Sendy Aditya, untuk menghasilkan gambar yang berbeda dari yang pernah beredar sebelumnya, wisatawan perlu membidik gambar dengan memperhatikan beberapa hal.

Berikut ini hal penting yang sebaiknya diperhatikan saat memotret tempat wisata menurut Sendy.

1. Lakukan riset tentang foto destinasi yang akan kita kunjungi

Riset diperlukan untuk mencari angle foto yang berbeda dari biasanya. "Riset bisa dilakukan di mesin pencarian Google atau media sosial," kata Sendy saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Minggu malam, 13 Mei. Dia mencontohkan, untuk memotret Borobudur, misalnya, orang tak melulu kudu membidik stupa atau potret candi dari atas Bukit Putuk Setumbu. Foto aktivitas di dalamnya membuat hasil foto lebih hidup. Begitu juga saat festival, misalnya saat gelaran festival lampion di Borobudur kala Waisak. Orang tidak hanya bisa berfokus pada landmark dan potret lampionnya. Foto para biksu, misalnya, menjadi hal yang menarik diulas. Sendy mencontohkan, foto biksu di Borobudur yang tengah menyaksikan festival lampion karya seorang peserta lomba foto, yakni Dezmond Manullang, berhasil menjuarai foto berkategori tunggal. "Dari 2531 foto yang masuk kompetisi, kalau kita lihat, seluruh foto tentang festival lampion Waisak itu hampir sama. Tapi foto aktivitas biksu menjadi angle yang sangat berbeda. Meski tak menampilkan Borobudur, tapi orang sudah tahu kalau itu adalah Borobudur," kata Sendy.

2. Pencahayaan

Pelancong perlu peka terhadap arah pencahayaan sinar matahari saat memotret sebuah destinasi wisata. Hal itu sangat mempengaruhi hasil. Ia mesti tahu, sebuah obyek wisata itu cocok dipotret kala pagi atau sore, saat matahari terbit atau tenggelam. "Dengan peka arah cahaya, kita akan memperoleh hasil foto yang maksimal," tuturnya.

3. Komposisi dan pengaruh

Aspek teknis tak kalah penting. Penguasaan terhadap kamera atau alat potret akan sangat mempengaruhi hasil. Maka itu, wisatawan yang membawa kamera disarankan paham betul dengan menu dan pengaturannya. Aspek penguasaan terhadap alat ini akan menghasilkan komposisi gambar yang pas, baik warna, angle, maupun horizonnya. Tak cuma soal alat, sebuah gambar kudu menghasilkan impact atau pengaruh bagi para penontonnya. Misalnya menarik minat penonton foto untuk turut datang ke lokasi serupa.

4. Latar budaya, aktivitas, dan pesan

Foto adalah gambar bercerita yang mengandung pesan. Begitu juga dengan foto wisata. Sendy menyarankan pelancong tidak memotret obyek kosong yang sebatas menampilkan muatan keindahan sebuah destinasi. Sebaiknya ada muatan latar budaya yang bisa diambil dari aktivitas masyarakat sekitar. Sebab, pemotret sejatinya tak asal memotret, tapi ia juga kudu tahu obyek apa yang sedang dipotrernya. Potret demikian bisa jadi menghasilkan sebuah foto story. Salah satu peserta lomba foto Gebyar Wisata Budaya dan Nusantara 2018, Arif Hidayat, misalnya, berhasil memenangi lomba kategori foto story setelah mengangkat isu pertunjukan Wayang Sriwedari di Solo. "Arif menang salah satunya karena fotonya menampilkan kisah tentang pertunjukan wayang yang sangat struktural," ujar Sendy. Cara Arif memotret juga perlu dicontoh karena ia telah membantu pemerintah menyebarkan informasi tari Wayang Sriwideri. Tari ini kini tak banyak diminati anak muda.

5. Editing foto

Hal yang tak kalah penting adalah editing atau penyelarasan. Penyelarasan foto harus dilihat dari sisi kepentingannya, yakni untuk diikutikan lomba atau buat promosi wisata di Instagram. "Kalau untuk lomba, editing hanya bisa sebatas memperbaiki pencahayaan, warna, mengatur horizon atau croping. Juga tidak melebihkan atau menambah sesuatu di foto," ujar Sendy. Lain halnya untuk keperluan sosial media. Penyelarasan gambar bisa disesuaikan dengan selera masing-masing asal tak menambah atau melebih-lebihkan informasi. Bahkan, Sendy menyarankan, penyelarasan foto untuk media sosial ada baiknya disesuaikan dengan selera warna para wisatawan mancanegara. "Admin wisata luar negeri akan melirik akun wisata Indinesia bila warnanya cocok," kata Sendy. Hal itu dapat memantik wisman datang. "Foto dengan editing sesuai dengan selera turis asing bisa menarik mereka datang ke obyek wisata yang ada dalam gambar," ujar Sendy.

Koleksi Foro Kerusuhan 1998

Sumber: tempo.co; Reporter: Francisca Christy Rosana; Editor: Tulus Wijanarko

Francisca Christy Rosana/Tulus Wijanarko

Alamat
PDAT Gedung Tempo Jl. Palmerah Barat No. 8 Jakarta 12210

Kontak
Phone / Fax: 62-21 536 0409 (ext. 321) / 62-21 536 0408 WA : 62 838 9392 0723 Email : pdat@tempo.co.id