Wewenang Yang Terpangkas Lewat Undang-undang Migas

Edisi: 31/30 / Tanggal : 2001-10-07 / Halaman : 118 / Rubrik : EB / Penulis : Adi, IG.G. Maha , P., Johan Budi S.,


TIDAK sedikit yang tersengat batinnya ketika Panitia Kerja Komisi VIII DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang Minyak Bumi dan Gas (RUU Migas), Selasa pekan lalu. Pengamat dan pakar yang pernah sangat vokal mengecam Pertamina, di luar dugaan, juga menyuarakan ketidaksetujuan mereka dengan RUU Migas tersebut. Mereka khawatir Pertamina, yang berfungsi sebagai pemegang kuasa pertambangan dan memonopoli pengadaan dan distribusi minyak di Indonesia—akan dipereteli pohon dan cabang usahanya, lalu pengusaha minyak asing yang adalah pemain global itu leluasa memetik laba sebesar-besarnya di negeri ini. Alasannya, hanya perusahaan asing itulah yang bermodal besar dan mampu terjun ke bisnis migas yang penuh risiko itu. Pendek kata, bila RUU Migas—pernah ditolak DPR di tahun 1999—diterima tanpa perubahan yang berarti, cepat atau lambat tamatlah riwayat Pertamina.

Pada hakikatnya, RUU Migas bersemangat liberal. Tapi apakah pemberlakuannya otomatis akan mematikan Pertamina? Berbagai reaksi terkesan begitu dramatis dan terlalu dilebih-lebihkan. Padahal, tanpa RUU Migas yang liberal itu pun, Pertamina tidak berprestasi kecuali sekadar sebagai pemungut fee atas berbagai perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia—baik lokal maupun asing. Pertamina tidak pernah bisa membanggakan kebolehannya dalam usaha penambangan migas yang sesungguhnya karena memang tak pernah melakukan eksplorasi dan eksploitasi.

Yang pasti, di tingkat wacana, sikap pro dan kontra tentang masa depan Pertamina merebak. Tapi direksi Pertamina, yang dipimpin Baihaki Hakim, tampak seiring-sejalan dengan para pengambil keputusan di kalangan pemerintah. Paling tidak, kalangan pemerintah berpen-dapat RUU Migas yang sedang digodok oleh DPR itu tidak akan berdampak mematikan Pertamina. Lagi pula, kata mereka, bukankah Pertamina diberi waktu empat tahun untuk mempersiapkan diri?

Nah, siapa yang benar? Menurut Presiden Megawati Sukarnoputri—dalam pertemuan bisnis di Houston, AS, dengan pengusaha pertambangan dan energi AS yang memiliki usaha di Indonesia—pemerintah mengajukan RUU Migas karena Pertamina dengan hak monopolinya terbukti tidak efesien, sehingga perlu dipangkas. Bahkan, dalam pertemuan di Tokyo pekan lalu, Presiden menyatakan BUMN (baca: Pertamina) tak layak mengelola industri migas.

Lalu, di mana letak kesalahan Pertamina? Pertama, karena Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 memberi hak sebagai pengawas kontraktor asing pada Pertamina dan berbagai…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…