Lambert Giebels: "sukarno Bersalah Dalam Soal Romusha..."
Edisi: 14/30 / Tanggal : 2001-06-10 / Halaman : 60 / Rubrik : IQR / Penulis : , ,
GEDUNG Maria Immaculata, Ende, Flores, tahun 1935-an. Sebuah ru-angan milik keparokian disulap sehingga mirip laboratorium. Pastor kepala, Pastor Huytink, mengizinkan ruangan itu dijadikan tempat pemanggungan tonil berjudul agak ngeri: Dokter Setan. Malam itu, penonton berjubel. Sukarno, para bruder, dan para tamu kehormatan duduk menonton di baris terdepan. Pentas menampilkan seorang tokoh dokter bernama Marzuki dan perawatnya menghadapi sebuah mayat yang teronggok kaku. Di sampingnya terdapatlah sebuah alat mirip generator penuh lilitan kabel.
Detik-detik yang mencekam penonton adalah saat sang Dokter mengatakan mayat itu akan dibangkitkan. Kebetulan, pas malam perdana, tatkala sang Dokter mulai menjamah mayat, di luar, guntur menggelegar, hujan deras turun, menimbulkan bunyi ramai atap seng. Dengan tenang Dokter Marzuki memasang sambungan kabel pada bangkai manusia itu. "Willem, naikkan kapasitas mesin," demikian perintahnya kepada pembantunya. "Lebih tinggi, lebih tinggi, dua puluh... tiga puluh... lima puluh ampere!" Seolah-olah akibat disetrum tegangan tinggi, perlahan-lahan mayat mulai bergerak-gerak. Penonton pun ketakutan.
Tak banyak yang tahu bahwa Sukarno pernah menjadi sutradara teater. Kisah ini diceritakan Dr. Lambert Giebels, 66 tahun, dalam bukunya: Soekarno, 1901-1950.
Di pembuangannya di Ende, Flores, Sukarno mengembangkan bakatnya menjadi sutradara teater. Ia membuat Perkumpulan Sandiwara Kelimutu. Anggotanya mencapai jumlah 50 orang, yang terdiri atas mandor sekolah, guru, penjahit, sopir, montir setempat, dan anak-anak dari Pulau Sawu. Mereka berlatih di dalam rumah Sukarno atau di kebun-bila tidak hujan. Ada 12 naskah drama yang dihasilkan di Ende. Naskah Dokter Setan ini adalah interpretasi Sukarno atas film Frankenstein yang saat itu tengah populer. Sang mayat yang bangkit bagi Sukarno adalah metafor bagi Indonesia yang kelak suatu hari akan dibangunkan dari mati surinya.
Selain menyajikan hal-hal humanis, buku biografi karya Giebels menampilkan banyak informasi baru yang lain. Ini adalah seri buku pertamanya tentang Sukarno yang versi bahasa Indonesianya baru saja diluncurkan di Jakarta dengan orasi Taufik Abdullah. Di Belanda, ia tengah sibuk mempersiapkan peluncuran seri kedua: Soekarno, 1950-1970. Kedua biografi Sukarno itu digarapnya selama lima tahun (1996-2001) hingga "saya sampai serasa hidup dan tinggal dengan Sukarno," kata Giebels kepada TEMPO. Banyak sekali masalah kontroversial dalam faset hidup Sukarno yang diungkapkan, misalnya soal Sukarno di masa Jepang. Giebels mengabdikan halaman yang cukup panjang untuk mengulas apakah Sukarno seorang kooperator atau kolaborator Jepang. Dia juga mengungkap bagian menarik soal "perseteruan" Sukarno dengan Sjahrir.
Indonesia bukan negara yang asing bagi Giebels. Pada 1970-an, ia pernah menjadi penasihat perencanaan di Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta, yang menyiapkan rencana tata ruang Metropolitan. Dari tim Giebels itulah lahir istilah "Jabotabek" yang kita kenal sehari-hari sekarang. Menurut Giebels, pada masa itulah dia mulai belajar tentang figur Sukarno. Sebelumnya, ia juga sudah mengenal dengan intens figur presiden pertama Indonesia itu saat ia mempersiapkan disertasi doktornya yang berkisah tentang biografi dr. L.I.M. Bell, mantan Perdana Menteri Belanda, raja muda terakhir dari Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon di Hindia Belanda. Saat melakukan riset L.I.M. Bell di Indonesia itulah Giebels makin mengenal "peta" orang-orang yang tahu informasi-informasi soal Sukarno. Melalui beberapa kali surat-menyurat elektronik, wartawan TEMPO Seno Joko Suyono, Gita W. Laksmini, dan Leila S. Chudori mewawancarai Lambert Giebels. Berikut ini cuplikannya.
Anda menyimpulkan Sukarno sesungguhnya adalah sosok yang selalu gagal membina hubungan dengan mahasiswa, dari zaman tahun 1945-an (kelompok Menteng 31 seperti Wikana, Chairul Saleh, dkk.) sampai tahun 1966-an (baca Yang Pertama dari Giebels-Red.). Mengapa?
Konfrontasi antara Sukarno dan para pelajar di era Batavia saya peroleh dari buku Dongeng dari Masa Revolusi (Tales of a Revolution) karya Abu Hanifah, saksi mata saat itu. Para pelajar dari luar Jawa, termasuk Hanifah, kritis terhadap wayang yang mempengaruhi orang Jawa seperti Sukarno. Sebaliknya, Sukarno sendiri kritis terhadap selera hiburan mereka yang kebarat-baratan. Toh, akhirnya kebanyakan dari mereka menjadi pendukung Sukarno di masa revolusi kemerdekaan. Tapi generasi selanjutnya, tahun 1966-an, yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), memang akhirnya menjadi oposisi Sukarno.
Sukarno dikenal memiliki andil dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Tapi menurut Anda tidak....
Sekali lagi, informasi ini berasal dari Hanifah. Dari dialah saya kumpulkan sebagian besar informasi seputar Sumpah Pemuda. Menurut Hanifah, Sukarno hanyalah saksi mata pasif di pertemuan 28 Oktober 1928 yang kondang itu. Dari riset yang saya lakukan, tak ada informasi yang membantah hal tersebut, kecuali pernyataan dari Sukarno sendiri. Sukarno menyatakan bahwa dirinya berada di tengah-tengah panggung. Di sini tampak kepribadiannya yang narcissistic....
Sekarang soal Sukarno di masa Jepang. Anda menilai bahwa Sukarno sebenarnya bertanggung jawab terhadap kesuksesan program romusha di Indonesia....
Ada dua disertasi sejarawan Jepang yang mendasari analisis saya terhadap kasus romusha, yakni War and Peasants: the Japanese Administration…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…