Panji Sepuh, Dan Tafsir Terbuka

Edisi: 43/35 / Tanggal : 2006-12-24 / Halaman : 140 / Rubrik : SN / Penulis : Loebis, Amarzan, ,


PARA perempuan itu kini menghunus tombak, lambang kuasa dan agresi kaum lelaki. Setelah anak panah lepas dari busurnya, dan sang Pangeran tersungkur di anjungan sepi. Tak ada gemuruh waktu, tak juga lengking bunyi. Bahkan ketika payung keemasan itu terbakar, menyala, luruh berkepingan.

Adegan penutup ini menyentak dua ratusan penonton di Gallery Theatre, National Museum of Singapore, dua malam berturut-turut, Jumat dan Sabtu dua pekan lalu. Panji Sepuh, yang dibawakan oleh Komunitas Utan Kayu, Jakarta, tampil sebagai pertunjukan awal Festival Pembukaan Museum Nasional yang terletak di Stamford Road, ”Jakarta Pusat”-nya Negeri Singa.

Goenawan Mohamad, penulis lirik untuk koreografi rancangan Sulistyo Tirtokusumo dan sekaligus bertindak sebagai sutradara pertunjukan ini, sempat meragukan ”ketahanan” penonton Singapura. ”Apakah mereka kuat mengikuti bagian awal yang sama sekali senyap selama dua puluh menit,” katanya. Memang, bagian awal itu paling ”menegangkan”.

Ketujuh penari perempuan itu seperti menyeret saat yang menyunyi, bergerak dalam temaram lampu yang ditata Iskandar Loedin dengan distribusi cahaya yang sangat kikir. Mereka kemudian mengingsut, menggerai rambut, bergerak menyebar—tanpa sebutir pun suara.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

A
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23

Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…

M
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25

Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…

R
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25

Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.