Sayang, Tidak Jadi Tertuliskan
Edisi: 09/31 / Tanggal : 2002-05-05 / Halaman : 80 / Rubrik : IQR / Penulis : Soemanto, Bakdi , ,
Saya tidak bisa membayangkan saya akan menulis memoar. Mungkin saya menulis antimemoar gaya Malraux. Tetapi, ah, masa, meniru-niru Malraux. Ia tersenyum. Ia mungkin merasa lucu dengan penolakannya terhadap gaya André Malraux, pengarang Prancis yang terkenal itu. Dalam kekaguman ia rupanya masih ingin menjaga otentisitas dirinya.
Ya, memang menulis memoar bisa membosankan, kata saya. Tetapi mengapa tidak reminiscences? Kan bisa lebih asyik. Dan lagi tak perlu segala diatur.
Ia terdiam dan tersenyum. Mungkin ia sedang merasakan sesuatu yang tidak saya rasakan. Tetapi, siapa tahu, mungkin pula ia setuju dengan usul saya itu. Bisa jadi, ia juga mempunyai pengertian yang sama dengan saya tentang corak tulisan yang saya sebut kenang-kenangan itu. Bagi saya, kenang-kenangan adalah sebuah kesaksian yang tidak menuntut pengisahan yang runtut dan teratur, seperti otobiografi, atau merupakan pertanggungjawaban terhadap kehidupan publik yang telah dilalui, seperti biasanya yang diharapkan dari memoar. Kenang-kenangan tidak menuntut apa-apa, selain daripada kejujuran tentang ingatan pribadi yang dikisahkan. Kenang-kenangan hanyalah kisah kehidupan yang teringat dan yang ingin diceritakan. Di atas segala-galanya, menurut pemahaman saya, kenang-kenangan bukan saja mengaburkan batas-batas wajah pu-blik sang pengisah dengan wajahnya yang tersembunyi, tetapi juga menjadikan kedua wajah itu berada dalam dialog yang tanpa henti. Sekali-sekali wajah yang tersembunyi itu tampil ke depan dan dengan gagah menjadikan kenangan sebagai berita pikiran dan perasaan yang otentik. Antimemoar memang, te-tapi tanpa pretensi kedalaman pemikiran.
Sekarang saya teringat kembali pembicaraan kami sekian tahun yang lalu, ke-tika ia sedang sibuk menulis disertasinya dan saya baru saja masuk kuliah di universitas yang sama. Nanti, katanya, saya akan menulis kolom-kolom pendek. Bukan tentang hal-hal besar, tetapi yang kecil-kecil, yang terlepas dari perhatian orang. Enteng-enteng, tetapi langsung menyentuh kehidupan. Sekian tahun setelah ia kembali ke Tanah Air, ia tidak mengerjakannya. Barulah kemudian, ketika ia telah bermukim di Yogya, janjinya itu dipenuhinya. Kini tokoh-tokoh imajiner yang diperkenalkannya di kolom-kolom enteng itu seakan-akan telah riil di hati para pembaca Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta.
Jadi, kalau Umar Kayam setuju dengan usul saya, mungkin karena saya sebenarnya mengatakan apa yang memang telah dikhayal-khayalkannya. Tetapi sayang ia tidak jadi menulis antimemoar yang disebut kenang-kenangan itu. Empat hari kemudian ia harus pergi menghadap Sang Penciptanya. Dan obrolan singkat dan santai itu pun semakin hidup…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14Pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…