Letnan Kolonel Sjoeib: "Dalam PRRI, Ada Tokoh-Tokoh Berjasa"

Edisi: 38/29 / Tanggal : 2000-11-26 / Halaman : 72 / Rubrik : IQR / Penulis : , ,


DIA adalah sisa-sisa sejarah. Dia, Letnan Kolonel Sjoeib, adalah satu dari sedikit tokoh Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI yang masih tersisa hingga saat ini, setelah Kolonel Simbolon dan Letnan Kolonel Ahmad Hussein wafat. Dialah tangan kanan Ahmad Hussein. Sebelum bergabung dengan PRRI, Sjoeib menjabat Asisten II Kasad (1956-1957) di bawah A.H. Nasution. Di lingkungan elite Angkatan Darat itulah Sjoeib menyaksikan bagaimana Partai Komunis Indonesia (PKI) merajalela di arena politik.

Pada saat yang sama, Sjoeib pun tertarik dengan tuntutan penggantian Nasution yang dinilainya tak becus mengatasi konflik internal. Maka, Sjoeib pun bergabung dengan Dewan Banteng, yang dideklarasikan Kolonel Ahmad Hussein, yang kemudian pada 1958 berubah menjadi PRRI.

Perwira yang biasa disapa Kolonel oleh "kawan Amerikanya" itu adalah petinggi militer PRRI yang langsung berhubungan dengan agen Central Intelligence Agency (CIA). Hubungannya dengan agen CIA di Singapura, bak cerita spionase, telah menghasilkan bantuan uang dan senjata untuk PRRI.

Setelah Padang dikuasai tentara Jakarta, Sjoeib masih bergerilya selama dua tahun di hutan dan akhirnya menyerah pada 1961. Ketika pucuk pimpinan PRRI ditahan, Sjoeib dibiarkan melenggang. Toh, nasibnya lebih buruk daripada di penjara. Ia terkucil tanpa rehabilitasi atau abolisi sebagaimana janji Presiden Sukarno. Selama delapan tahun Sjoeib terlunta-lunta di Padang. Meski akhirnya ia pindah ke Jakarta pada 1969 dan bekerja pada seorang pengusaha Cina, kehidupannya tak kunjung membaik.

Sjoeib, ayah 8 anak dan kakek 15 cucu, kini hidup tenang di rumah sederhana seluas 200 meter persegi di Kampung Condet, Jakarta Timur.

Dalam usianya yang sudah mencapai 76 tahun, ia masih menampakkan kepribadiannya yang tegas dan tidak gampang berkompromi. Selama satu setengah jam pada suatu sore, reporter TEMPO Dwi Arjanto memeras ingatannya yang masih tajam seputar peranan CIA di Indonesia pada 1956-1958. Berikut petikannya.

Bagaimana kontak awal Anda dengan CIA?

Ketika di Markas Besar AD itu, saya sering bertemu dengan atase militer Amerika. Sesudah itu, bulan November 1956, reuni Divisi Banteng (cikal bakal Dewan Banteng) diselenggarakan di Padang. Agendanya, membahas Hatta akan mundur (selaku wakil presiden) dan kenapa (Wakasad) Zulkifli Lubis diganti Gatot Subroto.

Keputusannya antara lain meminta pimpinan AD diganti. Itu memang permintaan kurang ajar. Zulkifli Lubis pernah merencanakan penculikan terhadap Nasution. Tapi, karena tidak mempersiapkan dengan baik, nyali ciut, lalu operasi dibatalkan.

Pada…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

Pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…