Cahaya Mahfuz di Panggung Sastra Dunia

Edisi: 30/29 / Tanggal : 2000-10-01 / Halaman : 69 / Rubrik : IQR / Penulis : Audah, Ali , ,


Oleh: Ali Audah*)

The Day the Leader was Killed
Penulis: Najib Mahfuz
Penerjemah: Malak Mashem
Penerbit: Anchor Books, New York, 2000

"My pride wounded and my heart broken, I wander aimlessly about like a stray dog. The heat does away with the pleasures of walking. Café Riche is a refuge from the pain of loneliness. ...This is a temple where offerings are made to the late hero, who has become a symbol of lost hope, hope for the poor and the alienated..."

(Dari "Elwan Fawwaz Muhtashimi" dalam The Day the Leader was Killed)

DI sebuah subuh, ketika Muhtashimi bangun tidur, yang pertama dilakukan adalah berdoa. Setelah itu ia berwudu dan melaksanakan salat subuh. Ia bersyukur, dalam usia setua itu masih bermanfaat. "Aku sudah tua, tapi sehat. Alhamdulillah." Tiga zaman pernah dirangkumnya berturut-turut. Selintas lalu, ia melompati beberapa kekuasaan politik: Masa Raja Fuad I sampai zaman revolusi.

Ketika Hanaa, menantunya, memberitahukan sarapan sudah disiapkan, tak lupa ia bersyukur kepada Tuhan atas kenikmatan yang diberikan kepadanya. Mereka hanya makan kacang dan falafel, makanan murahan serupa. Tetapi, bagi Muhtashimi, dua macam makanan ini lebih penting daripada Terusan Suez. Ia mengenang masa lalu_sebagai ciri orang lanjut usia_zaman telur, keju, pastrami, dan selai sudah berlalu. Itu terjadi sebelum masa Infitah_masa desentralisasi dan diversifikasi ekonomi-zaman kebijakan pintu terbuka ekonomi Anwar Sadat.

Inilah novel Mahfuz yang terjemahannya dalam bahasa Inggris oleh penerbit Anchor Original baru saja beredar di Jakarta dengan judul The Day the Leader was Killed (diterjemahkan dari bahasa Arab dengan judul Yaum qutila al-za-"im).

Sesungguhnya, teknik penulisan novel yang tebalnya sekitar 100 halaman ini tidak baru dan sudah sering dilakukan oleh sastrawan terkemuka sebelumnya, seperti J.D. Salinger. Teknik Mahfuz kali ini adalah dengan menggunakan nama tokoh-tokoh pelaku sebagai judul tiap bab. Bab satu, misalnya, berjudul Muhtashimi Zayed, bab dua berjudul Elwaan Fawwaz Muhtashimi, sedangkan bab tiga adalah Randa Sulayman Mubarak. Pada bab-bab berikutnya, nama ini berulang bergantian, sesuai dengan jalan cerita. Muhtashimi Zayed adalah sang kakek, sedangkan Elwan Muhtashimi cucu lelaki Muhtashimi. Randa adalah gadis tetangga teman sekolah Elwan yang jelita dan berpendirian teguh. Pada tiap bab mereka dibiarkan berkisah sebagai "aku" yang mengutarakan pengalamannya,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

Pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…