Teungku Syech Marhaban Kruengkale: "Opsi Terakhir: Tukar Malu dengan Merdeka"

Edisi: 38/28 / Tanggal : 1999-11-28 / Halaman : 47 / Rubrik : WAW / Penulis : Setiyardi, Kleden, Hermien Y. ,


ABU Syech berusia 27 tahun tatkala Bung Karno-pada suatu pagi tahun 1948-berpidato di halaman Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Ulama muda itu berdiri di tengah ratusan ribu masyarakat Aceh, mendengarkan pidato presiden pertama Republik Indonesia. "Pancasila adalah 'qulhuwallahu ahad' (artinya: katakanlah bahwa Allah itu satu)," ujar Bung Karno. Suaranya menggetarkan hati anak negeri Aceh. Mereka bertepuk tangan, lalu bersepakat menerima Pancasila-yang mereka tolak sebelumnya.

Lebih dari 50 tahun kemudian-tepatnya 8 November silam-sekitar satu juta rakyat Aceh berkumpul di depan Masjid Raya Baiturrahman. Kali ini tak ada presiden yang berpidato tentang Pancasila. Tidak ada pula Abu Syech alias Teungku Syech Marhaban Kruengkale, yang sudah berumur 78 tahun. Ulama besar itu berada di Jakarta dan menyaksikan peristiwa tersebut melalui siaran televisi. Namun, satu hal pasti: peristiwa itu mengingatkannya pada peristiwa di Masjid Raya Baiturrahman, setengah abad silam. Yang terjadi pada 8 November itu adalah anathema dari pidato Bung Karno. Mereka menyerukan referendum untuk lepas dari Indonesia, sebuah negeri dengan asas dasar Pancasila, yang mereka terima di tempat yang sama.

Teungku Syech Marhaban Kruengkale lahir di Kruengkale, Darussalam, Aceh Besar, pada 15 Agustus 1921. Anak kedua dari tujuh bersaudara ini adalah putra Teungku Haji Hasan Kruengkale-ulama yang paling dihormati masyarakat Aceh semasa hidupnya. Bahkan, Bung Karno selalu mencium kuduk ulama besar itu kala berjumpa.

Pada usia 18 tahun, Abu Syech-sebutannya sehari-hari-sudah khatam ilmu agama. Ia mengajar di Pesantren Hidayatul Thalibin atau Pesantren Kruengkale. Pada usia 23 tahun, ia sudah memimpin pesantren asuhan ayahnya tersebut. Tak lama setelah kemerdekaan, Abu Syech pindah dari pesantren ke Kutaraja (kini Banda Aceh-Red.) Pada awal kemerdekaan, ia dipercaya menjadi wali kota di Kutaraja hingga menjelang awal 1950-an.

Ulama ini masuk penjara di Sigli selama satu tahun, pada zaman kabinet Mr. Sukiman. Ia ditangkap oleh tentara yang berhaluan komunis. Lalu, pada masa pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang dipimpin Daud Beureueh (1953-1962), Abu Syech dipenjara lagi. Ia dicurigai membantu gerakan Daud. Bung Karno-lah yang kemudian membebaskannya dan meminta Abu Syech dan Ali Hasjmy datang ke Jawa.

Di Jawa, pekerjaannya sebagai pegawai pemerintah berlanjut ketika ia diangkat sebagai Menteri Muda Pertanian di kabinet Ali Sastroamidjojo (24 Maret 1956-14 Maret 1957). Usai dari situ, Bung Karno menunjuk pria keturunan Irak ini menjadi anggota Konstituante (1955-1959), lalu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR).

Lepas dari dunia birokrasi, Abu Syech mencari nafkah dengan berdagang. Pekerjaan sebagai saudagar mengantarkannya berkeliling dunia, antara lain ke Hong Kong, Taiwan, Malaysia, Jepang, Amerika, dan Eropa. Pada masa-masa berniaga itulah, ulama dan saudagar yang amat mencintai berbagai ilmu pengetahuan ini rajin mengumpulkan buku. Koleksi buku-buku politik, sastra, agama, sejarah, dan geografi miliknya berjumlah ribuan judul dan semua dalam bahasa Arab.

Namun, Abu Syech bukan hanya tokoh masa lalu. Ia salah satu tokoh kunci dari kalangan tetua dan ulama Aceh. Peran ayah delapan anak ini adalah penasihat HUDA (Himpunan Ulama Dayah Aceh), yang menjadi "penentu" hitam-putihnya Aceh pada masa depan. Posisi ini-selain persahabatannya dengan almarhum K.H. Wahid Hasyim, ayahanda Presiden Abdurrahman Wahid-membuat Gus Dur banyak berdiskusi dengannya mengenai Tanah Rencong, yang kian mendidih dari hari ke hari.

Pekan lalu, di kediamannya di Jalan Pedati, Jakarta Timur, ia ditemui wartawan TEMPO Setiyardi, Hermien Y. Kleden, dan fotografer Rully Kesuma untuk sebuah wawancara khusus.

Petikannya:

Sebelum ini, adakah terpikir oleh rakyat Aceh untuk mendirikan negara sendiri?

Belum pernah. Pada masa lalu, rakyat Aceh…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…