Menimbang 'Arok-Dedes'

Edisi: 49/28 / Tanggal : 2000-02-13 / Halaman : 39 / Rubrik : IQR / Penulis : , ,


AROK Dedes tiba di panggung fantasi pembaca yang tengah memasuki abad baru. Bak mesin waktu, Pramoedya Ananta Toer kemudian melontarkan kita ke sebuah masa silam yang kemudian kita sebagai campuran antara sejarah, fantasi, dan mitos. Apa pun namanya, siapa pun sosok Ken Arok dan Ken Dedes, Pramoedya telah berhasil membuat sebuah perdebatan yang menarik dalam karyanya yang ia sebut sebagai upaya "koreksi sejarah" ini.

Inilah sebagian cuplikan dari novel setebal 413 halaman itu. Kami memberikan subjudul untuk mempermudah pembaca menikmatinya.

Ken Dedes dipaksa menikah dengan Tunggul Ametung (hlm. 4-5)

Ia takkan dapat lupakan peristiwa itu pertama kali ia sadar dari pingsan. Tubuhnya dibopong diturunkan dari kuda, dibawa masuk ke ruangan besar ini juga. Ia digeletakkan di atas peraduan, dan orang yang menggotongnya itu, Tunggul Ametung, berdiri mengawasinya. Ia tengkurapkan diri di atas peraduan dan menangis. Orang itu tak juga pergi. Dan ia tidak diperkenankan meninggalkan bilik besar ini. Gede Mirah menyediakan untuknya air, tempat membuang kotoran dan makanan. Matari belum terbit. Lampu-lampu suram menerangi bilik besar itu. Begitu matari muncul masuk ke dalam seorang tua mengenakan tanda-tanda brahmana. Ia tak mau turun dari peraduan. Tetapi Tunggul Ametung membopongnya lagi, mendudukkannya di sebuah bangku yang diberi bertilam permadani. Ia tutup mukanya dengan tangan. Tunggul Ametung duduk di sampingnya. Orang dengan tanda-tanda brahmana itu telah menikahkannya. Hanya Gede Mirah bertindak sebagai saksi. Kemudian Tunggul Ametung meninggalkan bilik bersama brahmana itu. Sejak itu ia tidak diperkenankan keluar dari bilik besar ini.

Semua berlangsung secara rahasia. Empat puluh hari telah lewat. Sekarang ini Gede Mirah meriasnya. Ia telah sampai pada riasan terakhir.

Ia ingin kerja rias ini tidak kan berakhir. Dalam empat puluh hari ia telah bermohon pada Mahadewa agar melepaskannya dari kungkungan ini, mengembalikannya pada ayahnya tercinta di desa. Semua sisa-sia. Hari yang keempat puluh adalah hari selesainya wadad pengantin. Ia menggigil membayangkan seorang lelaki sebentar nanti akan membawanya ke peraduan. Dan ayahnya tak juga datang untuk membenarkan perkawinan ini. Ia sendiri juga tidak membenarkan.

"Perawan terayu di seluruh negeri," bisik Gede Mirah.

"Tanpa riasan sahaya pun tiada orang lain bisa menandingi."

Bedak telah menutupi sebagian kepucatannya. Sekali lagi airmata merusakkan rias itu.

"Jangan menangis. Berterimakasihlah kepada para dewa....

Ken Arok dan gurunya, Dah Hyang Lohgawe (hlm. 49-50)

... "Baik, aku anggap kau banyak tahu, lebih banyak daripada yang kau peroleh daripadaku. Kau telah dapat membaca sendiri rontal tanpa bantuanku lagi. Ingin aku mengetahui sampai di mana dan seberapa pengetahuanmu." Ia terdiam, menutup matanya seperti hendak memulai samadhi. Ia membuka mata dan mengangguk tenang, "Baik , apa pendapatmu tentang Sri Baginda Kretajaya?"

"Bukankah ada larangan membicarakan nama Sri Baginda?"

"Hanya sampai di situ pengetahuanmu?"

"Bahwa kita semua, murid dan mahaguru bisa dituduh membikin persekutuan gelap dan jahat."

"Apakah gunanya pendapat kalau hanya untuk diketahui sendiri?" tolak Lohgawe.

"Di dekat Tunggul Ametung anjing pun takut menggonggong. Barangsiapa takut pada pendapatnya sendiri....," Lohgawe menuding pada pelajar lain.

"Ya , Bapa, dia tak perlu belajar untuk tahu dan untuk punya pendapat."

"Betul, ya, Bapa, tidak percuma Hyang Ganesya menghias tangan yang satu dengan parasyu (kapak, lambang Ganesya-Red.) dan tangan lain dengan aksamala (tasbih, lambang Ganesya, Red.) ketajaman dan irama hidup. Tanpa keberanian hidup adalah tanpa irama. Hidup tanpa irama adalah samadhi tanpa pusat. Ampuni sahaya, Bapa."

"Ya, sekarang katakan pendapatmu."

"Pendapat sahaya, dengan tegas sekarang ini, ialah: Bapa Mahaguru Dang Hyang Lohgawe tidak suka pada Sri Baginda Kretajaya, apalagi pada akuwunya di Tumapel, Tunggul Ametung. Bapa percaya pada kami, maka juga percaya, persekutuan gelap dan jahat tiada bakal dituduhkan pada kami semua ini. Bapa Mahaguru Dang Hyang Lohgawe menimbang kami semua sebagai telah…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

Pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…