Jaya Suprana: ‘Bunglon’Penikmat Hidup

Edisi: 16/36 / Tanggal : 2007-06-17 / Halaman : 68 / Rubrik : SOS / Penulis : Pradityo, Sapto


SAMBIL terengahengah pria itu menapaki anak tangga menuju lantai empat kantor Tempo. Tiap kali dia melangkah, tubuh suburnya bergoyanggoyang. “Kantor ini sukses ‘menyiksa’ saya,” ujarnya sambil terkekeh. Ia mengaku sudah lama melupakan timbangan. Tak peduli pula ia dengan bobot badan. Ia hanya ingat tinggi tubuhnya: 162 sentimeter. “Saya yakin,” katanya, “berat saya amat sangat terlalu tidak ideal menurut kaidah kesehatan medis modern.”

Ukuran tubuh superjumbo itu pula yang membuatnya harus memilih kelas bisnisyang tempat duduknya lebih longgartiap kali bepergian menggunakan pesawat. Kendati hal itu lebih sering merepotkannya, ia tak pernah berpikir untuk melangsingkan tubuh. Bahkan, kendati tak percaya reinkarnasi, bila hidup kembali setelah mati, ia memilih tetap dengan bentuk dan berat badannya sekarang.

Pria bertubuh tambun itu tak lain dari Jaya Suprana. Di usia yang sudah 58 tahun, ia masih melahap segala jenis makanan, dari hidangan kelas kaki lima hingga hotel bintang lima. Selera makannya seakan meledek anjuran semua dokter dan ahli gizi. “Makanan favorit saya,” katanya, “justru yang dikategorikan berbahaya bagi kesehatan, seperti sate dan jeroan.”

Toh, tubuh yang digelayuti lemak tak mengurangi kegesitannya. Ia tetap lincah menjalankan seabrek kegiatan sesuai dengan beragam predikatnya. Jaya dikenal sebagai “tukang jamu bersuspender”mengikuti gaya berpakaiannya seharihari. Dia adalah pemilik dan presiden komisaris PT Jamu Djago. “Saya ikut rapat perusahaan tiap hari,” ujarnya. Bila ia sedang di luar kota, rapat di kantor pusat Semarang diikutinya lewat teleconference.

Jaya mewarisi perusahaan jamu PT Jamu Djago dari ayahnya, Lambang Suprana. Pada mulanya, oleh ayahnya, Jaya ditempatkan menjadi direktur pemasaransepulang dia dari sekolah di Jerman. Tapi, sejak 1983, anak pertama dari dua bersaudara ini ditunjuk menjadi nakhoda Jamu Djago sampai dia berganti posisi menjadi presiden komisaris pada 1991. Sebagai businessman, Jaya bisa dibilang oke. Di tangannya, Jamu Djago lumayan berkibar di belantika bisnis obat dan kosmetik tradisional.

***

Selain bisnis, musik tepatnya pianomenjadi bagian penting dalam hidup Jaya. Sebagai pianis, dulu ia kerap menggelar konser tunggal. Sekarang ia lebih sering tampil bersama kelompoknya, Kuartet Punakawan. Kuartet ini konsisten cuma memainkan lagu daerah dan lagu nasional. Lagulagu tersebut, kata Jaya, merupakan citra…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Sang Peroboh Menara Gading
2007-11-04

Ia pionir dalam bidang telekomunikasi satelit indonesia. insinyur juga harus pandai berbisnis.

M
Membesarkan Indonesia dengan Musik
2005-07-10

Erwin gutawa adalah musisi cemerlang. jenjang karier sebagai seorang musisi telah lengkap ia lakoni.

M
Menjaga Bali dengan Hati
2005-08-14

Luh ketut suryani terus berikhtiar menjaga bali dari gerusan efek negatif pariwisata. anak-anak korban pedofilia…