Kontroversi Kebrutalan Kaum Padri

Edisi: 34/36 / Tanggal : 2007-10-21 / Halaman : 53 / Rubrik : IQR / Penulis : Suyono, Seno Joko , Planasari, Sita,


Gerakan Padri selama ini diidentikkan dengan kepahlawanan Imam Bonjol dan kelom­pok­nya melawan Belanda. Tapi belakangan se­buah buku lama yang kontroversial dan me­nunjukkan sisi gelap Padri, Tuanku Rao, diterbitkan kembali. Lalu muncul buku baru dengan judul Greget Tuanku Rao sebagai reaksi.

Kedua buku ini memperlihatkan bahwa gerakan Padri sesungguhnya adalah gerakan Wahabi—gerakan pemurnian Islam yang dilakukan secara keras terhadap Islam kultural di Minang dan Batak. Dan itulah gerakan yang membuat puluhan ribu nyawa jadi korban. Imam Bonjol dianggap dengan sadar melakukan itu, sehingga ada usul gelar pahlawan nasional dicabut darinya. Be­tulkah demikian? Ikuti pembahasan Tempo.

… Petisi ini mendesak Pemerintah Indonesia untuk membatalkan pengangkatan Tuanku Imam Bonjol sebagai Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan…. Imam Bonjol adalah pimpinan Gerakan Wahabi Paderi…. Gerakan ini memiliki aliran yang sama dengan Taliban dan Al Qaeda…. Invasi Paderi ke Tanah Batak menewaskan jutaan orang….

Petisi online itu tersebar di banyak mailing list seminggu lalu. Seorang anak muda, Mudy Situmorang—lulusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember, kelahiran Simanindo, Pulau Samosir—telah mengirimnya. Dalam petisi itu, ia membeberkan dosa-dosa gerakan Padri, antara lain pembantaian massal keluarga Kerajaan Minangkabau Pagaruyung dan penyerbuan Padri ke Batak yang menewaskan Sisingamangaraja X.

Ia mengatakan petisi itu atas nama pribadi, bukan organisasi, dan semata-semata untuk pelurusan sejarah. ”Kita tunggu sampai 500 pendukung. Hasilnya dikirim ke pemerintah,” katanya saat dihubungi Tempo. Sampai sekarang, petisi itu memang belum ”berbunyi”.

Namun petisi ini mengingatkan orang akan dua buah buku bertema sama yang baru-baru ini terbit. Yang satu adalah buku lama karya Mangaradja Onggang Parlindungan berjudul Tuanku Rao. Buku itu pertama kali dicetak penerbit Tanjung Pengharapan, 1964, dan diluncurkan kembali oleh penerbit LKiS Yogya, Juni lalu, tanpa suntingan apa pun, bahkan tetap dalam ejaan lama.

Itulah buku yang pada 1964 menghebohkan. Buku itu tidak bercerita langsung tentang Imam Bonjol, tapi berisi kronologi penyerangan komandan-komandan Padri. Parlindungan sendiri menyusun buku itu berdasarkan data sejarah Batak yang dimiliki ayahnya, Sutan Martua Radja. Pada 1918, ayahnya adalah guru sejarah di Normaalschool Pematangsiantar. Ayahnya memiliki warisan dokumen sejarah Batak turun-temurun dari tiga generasi sepanjang 1851-1955.

Di samping itu, Parlindungan memakai bahan-bahan milik Residen Poortman. Posisi Poortman sama dengan Snouck Hurgronje. Snouck adalah seorang ahli Aceh, yang informasinya diminta oleh pemerintah Belanda. Sedangkan Poortman adalah seorang ahli Batak. Poortman pensiun pada 1930 dan kembali ke Belanda. Di Leiden, Belanda, Poortman lalu menemukan laporan-laporan para perwira Padri sepanjang 1816-1820 untuk Tuanku Imam Bonjol. Parlindungan mengenal Poortman secara pribadi dan pernah bertemu di Belanda. Poortman mengirimkan bahan-bahan laporan itu saat Parlindungan menulis bukunya.

Parlindungan bukan sejarawan profesional. Caranya menulis pun serampangan. Data yang diramunya itu sering ditampilkan cut and glue atau dinarasikan kembali dengan bahasa campuran:…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…