New Orleans, Sebuah Cerita

Edisi: 38/37 / Tanggal : 2008-11-16 / Halaman : 57 / Rubrik : IMZ / Penulis : Philipus Parera, ,


Kultur bagi New Orleans adalah sebuah adonan. Ada musik yang mengisi parade dan menjadi pengantar tarian. Lalu parade yang menjadi bagian dari denyut kota: bergerak dari pesta ke pesta, perayaan ulang tahun, pemakaman, menyusuri jalanan, permukiman, berhenti untuk meneguk minuman atau menyantap hidangan khas di bar-bar. Inilah ”bayi” yang dilahirkan dan terus dipelihara oleh kelompok paling miskin—kaum keturunan Afrika-Amerika—di sana.

Pada akhir September lalu, di awal musim gugur yang gerah, wartawan Tempo Philipus Parera mengunjungi kota di tepian Sungai Mississippi ini. Setelah Badai Katrina tiga tahun lalu, kota itu sempat jadi ”kota mati”. Kini jantung kota jazz ini kembali berdetak. Berikut catatan Philipus tentang kota itu.

There is a house in New Orleans
They call the Rising Sun
And it’s been the ruin of many a poor boy
And God I know I’m one

(House of the Rising Sun)

"KATRINA—You Bitch”. Umpatan ini tertulis dengan huruf besar pada T-shirt yang dikenakan seorang pengunjung Bourbon Street, New Orleans, Louisiana. Dia mengenakan kalung dari rangkaian manik-manik khas kota itu, menenteng sebuah gitar Gibson lusuh tanpa sarung.

Sore itu, akhir September lalu, saya baru beberapa jam tiba di New Orleans. Resepsionis di Hotel Quality Inn memberikan saran agar pesiar ke tepian Mississippi sebelum senja. Sebenarnya saya cuma perlu menyusuri Canal Street untuk sampai ke sana. Tapi, di persimpangan Bourbon Street, saya memutuskan belok kiri, menyusuri jalan ramai yang sangat terkenal itu.

Di situlah saya bertemu dengan Mark. Dia baru keluar dari sebuah bar bernama Krazy Korner. ”Si jalang ini telah merampas hidup saya,” katanya menunjuk tulisan ”Katrina—You Bitch” di kausnya. Sebelum badai itu terjadi—menewaskan sekitar 1.500 orang, merusak ribuan rumah dan bangunan, serta membuat puluhan bahkan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan—dia hidup dari mengamen di jalanan. Lumayan bisa menyewa apartemen murah dan kadang berlibur, katanya. Tapi Katrina menghancurkan semuanya. Mark mengaku sempat berkeliaran di jalanan New York dan baru kembali sebulan lalu. ”Saya beli kaus ini US$ 6,” katanya.

Tahu saya orang baru, dia mengajak saya ”menapak tilas” French Quarter, yang merupakan pusat hiburan di New Orleans. Kami memulai dari Jackson Square, tempat kongko yang lega dekat Mississippi. Nama ini untuk mengenang Jenderal Andrew Jackson yang memimpin tentara setempat memenangi Battle of New Orleans melawan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20

Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegara­wan, sumbangan terbesar…

I
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20

Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…

K
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20

Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…