Libya tanpa Sang Kolonel

Edisi: 27/40 / Tanggal : 2011-09-11 / Halaman : 94 / Rubrik : INT / Penulis : Faisal Assegaf, ,


Jarum jam menunjuk angka enam saat Tempo tiba di pos perbatasan Salum, antara Mesir dan Libya. Hari masih gelap dan suasana lengang. Hanya ada dua mobil di pos wilayah Mesir. Anjing menyalak di kejauhan. Kumandang azan subuh terdengar dari pengeras suara.

Setelah mengisi formulir keberangkatan bagi warga negara non-Mesir dan menyerahkan paspor, Tempo dan Neil al-Bassi, pemuda asal Benghazi yang memakai paspor Amerika Serikat, dipanggil oleh komandan pos perbatasan. Sang komandan ingin memastikan apakah Tempo benar-benar wartawan.

Selepas itu, Tempo bersama enam warga Benghazi, termasuk sopir, harus menunggu di gedung pelayanan yang belum dibuka. Pos perbatasan itu kusam dan lantainya kotor. Sampah berserakan di mana-mana meski tempat pembuangannya tersedia di dalam dan di luar gedung.

Tiga orang pelintas tampak tertidur di bangku panjang karena datang kepagian. Setelah kami menunggu hingga pukul delapan, seorang warga Benghazi yang tidak sabar menanti meminta semua paspor kami. Ia yakin cap yang diperlukan bakal ditera bila kami menyuap petugas perbatasan.

Dia benar. Hanya sepuluh menit berselang, enam paspor kami sudah mendapat stempel keluar dari pihak imigrasi Mesir. "Fii fulus, kholas(ada…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

J
Jalan Pria Ozon ke Gedung Putih
2007-10-28

Hadiah nobel perdamaian menjadi pintu masuk bagi al gore ke ajang pemilihan presiden. petisi kelompok…

P
Pesan Kematian dari Pazondaung
2007-10-28

Jasad ratusan biksu dikremasi secara rahasia untuk menghilangkan jejak. penangkapan dan pembunuhan biarawan terus berlangsung…

M
Mangkuk Biksu Bersaksi
2007-10-28

Ekonomi warga burma gampang terlihat pada mangkuk dan cawan para biksu. setiap pagi, biksu berke…