Surat Air Dari Paris

Edisi: 45/40 / Tanggal : 2012-01-15 / Halaman : 115 / Rubrik : EB / Penulis : Bobby Chandra, Amandra Mustika Megarani, Eka Utami Aprilia


Setelah jam makan siang biasanya Maurits Napitupulu memiliki waktu lebih santai: mendengarkan laporan, membaca surat yang masuk, dan membuat disposisi kepada staf. Namun Kamis siang dua pekan lalu, belum lagi dia tuntas membaca surat, sekonyong-konyong ada telepon dari Hasan Basri Saleh, Asisten Sekretaris Daerah Pemerintah Jakarta Bidang Perekonomian.

Hasan meminta Maurits bersama Direktur Teknik Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya Sri Widayanto Kaderi dan Kepala Badan Pengawas PAM Jaya menemuinya di kantor Gubernur pada pukul lima petang hari itu juga.

"Permintaan untuk bertemu ini tidak biasa, tumben," Maurits bercerita kepada sekretarisnya, seperti yang ditirukan salah seorang anggota staf PAM Jaya kepada Tempo, Jumat pekan lalu.

Maksud permintaan mendadak itu terjawab seusai pertemuan. Dalam pekan itu juga Maurits harus menyerahkan jabatan Direktur Utama PAM Jaya kepada Sri Widayanto Kaderi. "Tak perlu menunggu, saya mundur besok harinya," kata Maurits.

Pencopotan Maurits yang terkesan mendadak pada 22 Desember 2011 sontak memunculkan tanda tanya. Apalagi dia belum genap separuh jalan memimpin badan usaha milik daerah itu. Bila tak ada yang luar biasa, seharusnya Maurits masih duduk di kursinya hingga Mei 2014.

Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Selamat Nurdin mencium aroma kejanggalan dalam proses pemberhentian itu. Dia menduga ada tekanan pihak luar di tengah usaha Maurits mendesak renegosiasi pengelolaan air antara PAM Jaya dan operator swasta. "Ada ’ancaman’ pihak yang tak sepakat dengan rebalancing," katanya.

Entah kebetulan entah tidak, pagi hari sebelum dipanggil ke Balai Kota, Maurits sempat menggelar jumpa pers. Dalam pertemuan bertajuk evaluasi akhir tahun PAM Jaya itu, dia mengkritik perjanjian kerja sama dengan dua mitra swasta yang membuat kondisi kas PAM Jaya teruk bukan kepalang.

Alih-alih meraih untung, PAM Jaya tekor ratusan miliar rupiah. Sejak mengikat kerja sama pada 1997 sampai akhir 2010, PAM Jaya harus menanggung akumulasi kerugian atas beban utang imbalan air, biasa…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…