Dari Ultras Mesir untuk Revolusi

Edisi: 50/40 / Tanggal : 2012-02-19 / Halaman : 52 / Rubrik : OR / Penulis : Andy Marhaendra , ,


Pergi… pergi... pergi...!" Ribuan orang berteriak serempak dengan nada marah di Alun-alun Tahrir, Kairo, Mesir, hari itu, Kamis dua pekan lalu. Seseorang dengan ikat kepala putih bertulisan "Zamalek" turut mengumandangkan yel-yel kebencian kepada junta militer penguasa Mesir. Tak jauh darinya, sebuah spanduk merah terbentang: "Al-Ahly, 1907, Klub Abad Ini".

Dalam kondisi normal, atribut klub sepak bola Zamalek dan Al-Ahly tak mungkin berdekatan. Pendukung kedua kesebelasan dari Kairo itu saling membenci. Namun hari itu, juga beberapa hari sesudahnya, solidaritas yang dipicu tragedi berdarah di lapangan sepak bola telah menyatukan mereka. "Kami bahu-membahu lagi sebagai sesama warga Mesir," kata Ramy Tabrizi, pria dengan ikat kepala "Zamalek" itu.

Kerusuhan berdarah tersebut terjadi sehari sebelumnya di Port Said, kota berjarak 200 kilometer ke arah barat laut dari Kairo. Sesudah tim Al-Masry memenangi pertandingan 3-1 atas Al-Ahly, ratusan orang beratribut pendukung tuan rumah, Al-Masry, menyerang suporter tim tamu. Sebanyak 74 orang tewas, termasuk seorang anak berusia 11-12 tahun. Lebih dari seribu orang mengalami luka, 150 orang di antaranya dalam kondisi kritis.

"Orang-orang itu menyerang kami dengan tongkat, pisau, batu, pecahan kaca, mercon, dan berbagai senjata yang tak selazimnya ada di arena sepak bola," ujar Ahmed Ghaffar, pendukung Al-Ahly yang lolos dari maut. "Ini bukan sepak…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

H
Hidup Ayrton Senna dari Sirkuit ke Sirkuit
1994-05-14

Tanda-tanda maut akan mencabut nyawanya kelihatan sejak di lap pertama. kematian senna di san marino,…

M
Mengkaji Kans Tim Tamu
1994-05-14

Denmark solid tapi mengaku kehilangan satu bagian yang kuat. malaysia membawa pemain baru. kans korea…

K
Kurniawan di Simpang Jalan
1994-05-14

Ia bermaksud kuliah dan hidup dari bola. "saya ingin bermain di klub eropa," kata pemain…