Perjumpaan Iman: Dari Wina Sampai Tebuireng

Edisi: 27/41 / Tanggal : 2012-09-09 / Halaman : 58 / Rubrik : SEL / Penulis : Hermien Y. Kleden, Kukuh S. Wibowo, Dian Yuliastuti


Pada awal Agustus lalu, Pax Romana-ICMICA (International Catholic Movement for Intellectual and Cultural Affairs), satu organisasi intelektual mondial, berhimpun di Wina, ibu negeri Austria. Dihadiri cendekia dari 35 negara—termasuk Indonesia—dialog antarkeyakinan (interfaith dialogue) menjadi salah satu isu yang menyedot perhatian di forum itu. Austria, yang baru merayakan seabad masuknya Islam, kerap disebut tanah ”paling inspiratif” di Eropa untuk hubungan antarkeyakinan. Batu sendi kesuksesan mereka adalah pendidikan interfaith sejak dini. Di Indonesia, upaya ini digiatkan sejumlah padri pendidik di Ordo Serikat Yesus. Calon-calon imam Yesuit dikirim menempuh live-in di sejumlah pesantren. Tempo melaporkan dari Wina, Jakarta, Jombang, dan Yogyakarta.

DI ruang Seminarium I, Universitas Wina, Greg Soetomo menayangkan rangkaian slide itu di depan sebagian peserta konferensi internasional Pax Romana-ICMICA. Tema konferensi—Time of Crises, Time to Share Vision and Actions; Searching for New Paradigms—rupanya menarik banyak peminat juga. Para filsuf, ekonom, teolog, antropolog, analis sosial, bahkan profesional semacam dokter dan insinyur dari 35 negara sudi melakukan perjalanan pribadi untuk hadir di Wina, Austria, pada awal Agustus lalu.

Sebagian ”pencari paradigma baru” tersebut tampak bertekun menyesap pendedahan pada Jumat siang itu. Greg, 48 tahun, adalah padri Yesuit dan Pemimpin Redaksi Hidup—mingguan Katolik berbasis di Jakarta. Tapi dia hadir di forum itu sebagai satu dari enam perwakilan Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), yang merupakan anggota Pax Romana-ICMICA.

Greg sedang berbagi pengalaman dalam hal kekerasan atas nama agama di negerinya sejak Reformasi 1998, serta jatuh-bangunnya dialog antarkeyakinan dalam melawan fundamentalisme. Dia membuka ceritanya dengan periode yang disebutnya The Shadow. Peta Indonesia dimunculkan di layar karena para cerdik-pandai dalam ruangan itu belum tentu hafal letak negeri berpenduduk muslim terbesar di muka bumi ini.

Sang padri mencontohkan empat peristiwa berdarah yang menuntut korban nyawa dan menghancurkan kehidupan di banyak wilayah di masa penuh kabut itu. Di Ambon, pulau yang dilanda kerusuhan besar pertama di luar Jawa selepas Reformasi, ada konflik antara preman muslim dan Kristen pada 19 Januari 1999. Pertikaian kecil itu melebar, dan melontarkan Ambon ke latar penuh darah dan dendam: pulau itu tiba-tiba tersegregasi ke dalam dua wilayah secara ketat. Islam yang disebut ”putih” dan Kristen yang disebut ”merah”. Ada pasar khusus merah, pasar khusus putih, pelabuhan speedboat merah dan putih, becak merah dan putih, angkot merah dan putih, bank merah dan putih.

Cuaca di Wina pada Jumat siang itu terik bukan main. Pintu…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…