Kosasih sang Komikus

Edisi: 43/21 / Tanggal : 1991-12-21 / Halaman : 64 / Rubrik : SEL / Penulis : Chudori, Leila S.


Ia cuma butuh sebotol tinta Cina, selembar kertas, dan sebuah meja gambar.
Lalu lahirlah Mahabharata, Ramayana, dan lain-lain.

; SUATU hari pada 1968, seorang bapak tua yang nyaris tak berambut
memeriksakan keadaan dada dan kerongkongannya pada seorang dokter di daerah
Kebayoran, Jakarta. Sambil mencatat resep, si dokter, dr. Surjani, menanyakan
pekerjaan bapak tua pasiennya. "Saya mah cuma tukang gambar, Pak Dokter."
Dokter Surjani memerlukan jawaban rinci dengan menanyakan tukang gambar apa.
"Yaah, gitu ... gambar komik wayang."

; Si dokter tertarik. "Nama bapak siapa, sih?" tanyanya. Si bapak tua menjawab,
"Kosasih." Sang dokter berhenti mencatat, ia melotot dan terkejut. "R.A.
Kosasih yang bikin komik Mahabharata dan Ramayana?" Kosasih, komikus yang
memang pemalu dan rendah hati itu, mengangguk. "Astaga," ujar sang dokter ter-
pesona, "Saya dulu mengumpulkan semua komik karya Bapak. Dari SMP saya sudah
baca komik Bapak."

; R.A. Kosasih. Siapa tak kenal nama itu? Dari anak-anak sekolah hingga
orangtua, komik wayang R.A. Kosasih menjadi bacaan keluarga di Indonesia. Tapi
tak banyak yang mengenal kehidupannya.

; Pergilah ke Bogor, dan tanyakan nama Kosasih, orang akan menunjuk sebuah gang
kecil di Jalan Pahlawan. Di sebuah pavilyun sederhana yang berdempetan dengan
rumah utama, Kosasih "bertapa" sembari sekali-sekali masih membuat komik.
"Kini saya sudah tua, tangan saya sudah gemetar kalau kedinginan, saya cuma
bisa menggambar kalau sedang hangat," katanya kepada TEMPO, pada suatu hari
Minggu yang basah.

; Di rumah kecil berkamar satu itu, Kosasih tinggal sendirian. Istrinya kini
tinggal di Jakarta mengurusi cucu dari putri satu-satunya, Yudowati Ambiana.
Namun, setiap Minggu keluarga Kosasih berkumpul di Bogor.

; Hari Minggu itu kebetulan istri, anak, menantu, dan cucunya sedang
berkunjung. "Biasanya, saya sendirian dan kedinginan. Paling-paling melukis
sambil mendengarkan musik Sunda, soalnya tivi saya rusak," katanya sambil
menggosok-gosok kaca matanya yang tebal.

; Kosasih lahir di Desa Bondongan, Bogor, 72 tahun silam. Ia lahir sebagai anak
bungsu dari tujuh bersaudara. "Ayah saya Raden Wiradikusuma, pedagang dari
Purwakarta, dan ibu saya Sumami, asal Bogor," katanya. Sambil masih juga
menggosok kaca matanya, Kosasih bercerita bagaimana masa kecilnya dihabiskan
dengan menggambar.

; "Ketika saya masih kelas satu SD di Inlands School, Bogor, saya selalu
menunggu Ibu kembali dari pasar. Soalnya, bungkusan sayur-mayur belanjaan Ibu
biasanya potongan koran yang ada komiknya. Saya ambil bungkusan sayur itu,
saya baca komik Tarzan, meski cuma sepotong-sepotong," katanya dengan logat
Sunda yang kental. Selain memburu komik potongan ini, Kosasih kecil juga rajin
menonton bioskop dan wayang golek. "Waktu itu saya kagum betul, tuh, sama
Gatotkaca, karena bisa terbang," tuturnya.

; Setelah lulus dari Inlands School pada 1932, Kosasih melanjutkan pelajaran
ke Hollandsch Inlands School (HIS) Pasundan. "Di HIS inilah saya mulai
tertarik pada seni…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…