Revolusi Pisau Dapur Lahir Di Tahrir

Edisi: 52/41 / Tanggal : 2013-03-03 / Halaman : 114 / Rubrik : INT / Penulis : Sandy Indra Pratama, ,

SABAR itu ada batasnya. Kalimat itu mungkin terpatri di hampir semua benak perempuan yang pada Kamis pekan lalu tumpah marah di Alun-alun Tahrir, Kairo, episentrum revolusi Mesir. Mereka tampak beringas, berjalan memburu, meneriaki setiap lelaki.

\"Jangan menghina kami dengan cara menatap seperti itu,\" teriak seorang wanita kepada sekumpulan anak muda, sambil mengacung-acungkan sebilah pisau dapur sebagai simbol protes kekerasan terhadap wanita. Pada hari itu, gadis remaja dan ibu-ibu Mesir berperangai galak sekali.

Kemarahan dan kekesalan mereka memang sudah sampai puncak. Kekerasan dan pelecehan terus-menerus terjadi, tak hanya di pelosok kampung, tapi juga di Lapangan Tahrir, serambi revolusi negeri piramida itu.

Sebuah catatan dari New Woman Foundation (NWF)—organisasi peduli perempuan Mesir—menjadi pemicu kemarahan. Pada secarik kertas yang mereka terbitkan, disebutkan perempuan kerap menjadi korban pelecehan. Bahkan, dalam hajatan dua tahun gerakan revolusi Mesir pada 25 Januari lalu yang digelar di Lapangan Tahrir, terjadi puluhan insiden pelecehan perempuan yang dilakukan lelaki yang juga demonstran.

\"Saya trauma pergi ke Tahrir. Sekejap puluhan lelaki mengerubungi dan mulai menjamah tubuh saya, sehingga susah dibedakan mana yang melecehkan dan mana yang menyelamatkan saya. Sebab, saya mendengar banyak orang tertawa melihat kejadian keji yang menimpa saya itu,\" kata Shourouk al-Attar, salah seorang gadis korban pelecehan, yang menceritakan kembali kisahnya kepada BBC, setelah melapor ke NWF.

Setelah hari itu, Shourouk terpuruk. Ia dan adik perempuannya hanya bisa mengurung diri di dalam rumah. Mereka menangis mengenang insiden celaka yang…

Keywords: -

---

Foto Terkait