Wakil Ketua Umum Gerakan Ahmadiyah Indonesia Muslich Zainal Asikin: Kami Tak Berbeda Dengan Muslim Lain

Edisi: 23/42 / Tanggal : 2013-08-11 / Halaman : 116 / Rubrik : WAW / Penulis : Agoeng Wijaya, ,


SEJAK menjadi Wakil Ketua Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) empat tahun lalu, Muslich Zainal Asikin dipaksa \"membelah\" diri. Ia harus bisa aktif di GAI, tapi juga tak boleh melepaskan kegiatan bisnis dan organisasi profesi yang selama ini dipimpinnya. Dia memang orang nomor dua di GAI, tapi dalam beberapa tahun terakhir kesehatan Ketua Umum GAI Fathurrahman Ahmadi Djojosoegito memburuk, sehingga Muslich selalu mewakili organisasi dalam forum-forum dialog pemerintah dan kelompok keagamaan untuk membicarakan masalah Ahmadiyah.

Dalam satu dekade terakhir, horor serangan masyarakat terus menghantui warga muslim Ahmadiyah.

Bertubi-tubi mereka menjadi sasaran amuk massa sesama muslim di beberapa daerah. Dalam lima tahun terakhir tercatat rata-rata 15 kasus kekerasan terjadi setiap tahun terhadap umat Ahmadiyah di beberapa daerah. Banyak yang diusir, tapi sebelum itu mereka mendapat serangan membabi-buta, rumah mereka dibakar, dan masjid dirusak. Hampir setiap serangan memakan korban jiwa.

Upaya pemerintah mencegah aksi kekerasan lewat lahirnya Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung pada Juni 2008 juga tanpa hasil. Pada Februari 2011, serangan warga terhadap muslim Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, menewaskan tiga anggota Ahmadiyah. Video amatir menggambarkan aksi itu lebih tepat disebut pembantaian. Beberapa bulan kemudian ratusan warga muslim Ahmadiyah terusir dari kampungnya di Lombok, Nusa Tenggara Barat, setelah puluhan rumah mereka dibakar. Belum lama ini, awal Mei lalu, aksi serupa terulang di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Muslich bisa saja cuek dengan berbagai persoalan tersebut, karena serangan dan SKB itu mengarah kepada Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Meski sama-sama menyandang nama Ahmadiyah, kedua organisasi keagamaan tersebut berbeda paham. GAI tak mengakui Mirza Ghulam Ahmad, yang mendirikan Ahmadiyah di India pada 1900, sebagai seorang nabi. Jemaat Ahmadiyah berkeyakinan sebaliknya. \"Pemahaman mereka keliru,\" kata Muslich. \"Mirza sendiri tak pernah mengatakan dirinya seorang nabi.\"

Toh, GAI tak bisa menutup mata. Tak banyak masyarakat mengetahui adanya dua kelompok Ahmadiyah yang berseberangan paham di Indonesia. Buktinya, setelah puluhan tahun tak pernah menjadi korban kekerasan, pengajian tahunan GAI di Yogyakarta dibubarkan masyarakat…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…