Filsuf Dari Bukit Menoreh

Edisi: 27/42 / Tanggal : 2013-09-08 / Halaman : 56 / Rubrik : IMZ / Penulis : Addi Mawahibun Idhom, Isma Savitri, Nurdin Kalim


Nicolaus Driyarkara, SJ (1913-1967) adalah nama besar di dunia filsafat Indonesia. Namun sosoknya tak banyak dikenal. Yang mengetahuinya boleh dibilang hanya kalangan pemimpin gereja Katolik, pendidik, dan intelektual. Itu lebih karena dia seorang Jesuit, pengajar, dan filsuf. Dia pernah berkiprah di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (kini Universitas) Sanata Dharma, Yogyakarta. Namanya ditabalkan sebagai nama lembaga pendidikan tinggi filsafat di Jakarta, STF Driyarkara.

Pastor kelahiran Kedunggubah, sebuah desa di lereng pegunungan Menoreh, Purworejo, Jawa Tengah, itu sesungguhnya seorang pemikir yang sangat peduli terhadap nasib bangsanya. Driyarkara mengamati, mempertanyakan, menggugat, memberi makna, dan kemudian menawarkan jalan keluar bagi pelbagai persoalan--terutama di bidang pendidikan dan humanisme.

Menyambut 100 tahun Driyarkara, Tempo menyuguhkan sosok sang filsuf, yang demi memperkenalkan filsafat ke khalayak umum pernah memiliki program \"Ceramah-ceramah filsafat \" di Radio Republik Indonesia Yogyakarta dan Jakarta.


--------------------------------------------------------------------------------


WARNA putih tembok gedung Kapel St Nikolaus, Stasi Kedunggubah, tampak baru dicat ulang. Pintu utamanya berlumur warna biru muda yang segar. Keramik cokelat susu pelapis lantainya juga tidak terlihat usang.

Gereja kecil yang resmi berdiri pada 3 Mei 1992 itu menempati sebidang lahan seluas tak lebih dari seperempat lapangan bola. Lokasinya mudah ditemui karena berada di pinggir jalan aspal yang membelah kawasan Desa Kedunggubah, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Bangunannya berada tepat di salah satu sisi tebing sungai kecil berbatu yang mengalir melewati desa itu.

Halaman kapel itu tidak berpagar. Sebatang pohon nangka setinggi atap gereja merindangi bagian muka. Di bawahnya, patung setengah badan pastor berkacamata bernaung. Tinggi patung tanpa lengan itu tak lebih dari satu meter. Posisinya menghadap jalan, seolah-olah menyapa setiap pengunjung yang memasuki halaman gereja. Patung berbahan batu kali hitam pekat ini ditopang tugu kotak setinggi dua meter. Pada bagian paling atas muka tugu tertulis \"Biografi RM Nicolaus Driyarkara, SJ\".

Pahatan tulisan bercat putih di tembok tugu itu memberi informasi riwayat Driyarkara, dari asal keluarga hingga perjalanan kariernya sebagai rohaniwan Katolik, akademikus, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). \"Baru dibuat pada sekitar 2010,\" kata Ganjar Prasetyowati, 43 tahun, salah satu cucu keponakan Driyarkara, yang kerap menjadi juru bicara keluarga.

Wati tak tahu persis identitas pemahat patung itu. Yang dia ingat, patung itu dipesan seorang frater bernama Angga Prasetyo ketika masih bertugas di Purworejo. \"Beliau sekarang di Kalimantan,\" tuturnya.

Kehadiran patung itu adalah penanda jejak bahwa Kedunggubah adalah kampung halaman Driyarkara. Nicolaus Driyarkara lahir di desa itu pada 13 Juni 1913, sekitar 100 tahun silam. Makanya pada Juni lalu, kata Wati, Kapel St Nikolaus menjadi lebih ramai dari biasanya karena dipakai untuk misa peringatan \"100 Tahun Driyarkara\".

Selain misa di kapel itu, peringatan dilanjutkan dengan menggelar acara syukuran di balai Desa Kedunggubah. \"Kami mengadakan pementasan tari-tarian dan seni tradisional lainnya,\" ujar Wati. Peringatan itu juga ­dilengkapi dengan prosesi napak tilas ke bidang lahan bekas lokasi rumah keluarga Raden Atmosenjoyo, ayah Driyarkara. Di…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20

Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegara­wan, sumbangan terbesar…

I
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20

Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…

K
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20

Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…