Berakhirnya Puisi di Maastricht

Edisi: 38/43 / Tanggal : 2014-11-23 / Halaman : 64 / Rubrik : SN / Penulis : Afrizal Malna, ,


Anne de Gijff, perancang busana yang tinggal di Amsterdam, terkejut ketika saya mengatakan bahwa ini festival puisi terakhir di Maastricht. Menurut dia, puisi jauh lebih tua dibanding sastra, bagaimana festival puisi bisa berakhir? Berita ini saya peroleh dari Rouke van der Hoek (salah seorang kurator Maastricht International Poetry Night, Bas Belleman, sebagai direkturnya). Festival yang berlangsung sejak 1997 ini memang beberapa kali sempat terputus. Festival ini pernah menghadirkan pemenang Nobel, seperti Seamus Heaney dari Irlandia, Wilma Stockenstrom dari Afrika Selatan, dan Gerrit Kouwenaar dari Belanda.

Acara berlangsung di Theatre La Bonbonnière, di tengah pusat Kota Maastricht, 30 Oktober-1 November 2014. Menurut Van der Hoek, pemerintah kota akan lebih memberi ruang untuk perubahan puisi melalui media digital, animasi, dan sejenisnya. Mendorong penggunaan puisi melalui teknologi. Tapi, di sisi lain, pemerintah kota juga tidak mendukung perkembangan puisi slam. Genre puisi ini kian berkembang sebagai salah satu subkultur urban untuk generasi muda di kota-kota besar. Saya menduga tindakan ini terkait dengan usaha pemerintah kota memutus mata rantai jalur narkotik yang merembes melalui budaya pop. Kota tua di Belanda yang indah ini, yang masih menyisakan situs-situs Abad Pertengahan dan budaya Romawi, memang kian dikembangkan sebagai kota internasional untuk industri dan keuangan.

Apa yang terjadi dengan puisi ketika pemerintah mendorong suprastruktur kota ke arah perubahan puisi melalui teknologi? Bagaimana nasib bahasa tanpa puisi? Keberanian pemerintah kota membuat perubahan seperti ini penting untuk sebuah pertanyaan: apakah kita masih membutuhkan puisi? Penyair yang hadir dari beberapa negara dalam festival ini (Belanda, Jerman, Irlandia, Kanada, Brasil, Inggris, Indonesia, Belgia, dan Swedia) saya kira tidak berada dalam kapasitas untuk menjawabnya dalam arti: saya ragu…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

A
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23

Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…

M
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25

Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…

R
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25

Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.