Pendongeng Ulung Bernama Amitav Ghosh

Edisi: 21/45 / Tanggal : 2016-07-24 / Halaman : 50 / Rubrik : IQR / Penulis : Leila S. Chudori, ,


Berikut ini diskusi tentang novel-novelnya dan wawancara Leila S. Chudori dari Tempo dengan Amitav Ghosh di Kota New York.

HANYA Rajkumar, si kecil berusia 11 tahun, yang paham apa arti bunyi gelegar itu. Sebuah bunyi yang terkirim dari seberang dataran di sepanjang Sungai Irrawaddy dekat sebuah benteng di Mandalay. Tak ada orang di sekitar kedai itu yang mengenali bunyi dentuman ini kecuali Rajkumar, yang melibas semua dengung spekulasi dan dengan lantang menyatakan bahwa itu adalah "bunyi gelegar meriam," kata bocah India tersebut dalam bahasa Burma yang lancar.

Bunyi dentuman ini adalah pertanda pertama masuknya Inggris ke Burma.

Inilah cara Amitav Ghosh membuka The Glass Palace, novel sepanjang 486 halaman yang terbit pada tahun 2000 yang menggegerkan bukan hanya karena sikap anti-kolonialisme yang dilontarkan melalui tokoh-tokohnya, melainkan seperti dikatakan sastrawan Chitra Banerjee Divakaruni bahwa Ghosh adalah "seorang pendongeng ulung". A master of storyteller. Novel ini semakin dihebohkan karena Ghosh menarik kembali The Glass Palace dari kompetisi penghargaan Commonwealth Writer's Prize. Penerbitnya semula mengikutsertakan novel tersebut dan sudah dianggap sebagai calon besar, tapi Ghosh tak setuju dengan mandat penghargaan itu dan segera menarik novelnya dari kompetisi. "Penghargaan ini adalah hadiah dari Kerajaan Inggris untuk penulis berkulit berwarna. Ini adalah perayaan kekuasaan (Inggris)," katanya kepada Tempo dalam sebuah wawancara (baca: "Saya Selalu Berusaha Menulis dengan Jujur...").

Lahir di Kolkata, India, 11 Juli, 60 tahun lalu dari sebuah keluarga Bengali Hindu, Ghosh menjadi wartawan sejak remaja ketika menempuh pendidikan di The Doon School, almamater penulis India terkemuka Vikram Seth dan Ram Guha. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana di St. Stephen's College, Delhi University, dan Delhi School of Economics, Ghosh melanjutkan pendidikan sosial antropologi di Oxford University. Pekerjaan pertamanya adalah sebagai wartawan harian The Indian Express di New Delhi.

Mungkin juga latar belakang antropologi itu yang menyebabkan karya-karya Ghosh tak hanya melibatkan sejarah, tapi juga pendekatan antropologis. Ghosh mengaku bahwa cikal-bakal ide novel The Glass Palace adalah dari ayahnya jauh sebelum ia lahir. "Saya berutang kepada ayah saya, Letnan Kolonel Shailendra Chandra Ghosh. Beliau perwira yang ikut berperang sebagai bagian dari unit British-Indian Army," demikian Ghosh menulis catatan penulis pada bagian akhir novel ini. Ghosh mengakui, setelah kepergian ayahnya, dia menyadari betapa novelnya ini sangat dipengaruhi oleh berbagai pengalaman dan refleksi sang ayah tentang peran orang India dalam peperangan.

Tentu saja, selain dari pengalaman ayahnya, Ghosh tetap melakukan riset selama lima tahun, membaca…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

Pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…