Mengakhiri Pemingitan Karya Seni–untuk Sementara

Edisi: 24/45 / Tanggal : 2016-08-14 / Halaman : 48 / Rubrik : IMZ / Penulis : Bambang Bujono., ,


HARAPAN Sukarno sejak ia menjadi presiden pada 1945, bisa jadi malah sejak ia mulai mengumpulkan lukisan pada zaman Belanda, tak mudah terwujud. Yang disebut "Museum Nasional Seni Rupa Indonesia" sampai hari ini hanya angan-angan. Sementara itu, pencinta seni ini terus membeli atau mendapat hadiah lukisan. Di samping memakai uang pribadi, Sukarno menggunakan duit pemerintah untuk membeli lukisan yang disukainya atau dipandangnya penting dikoleksi. Lukisan-lukisan itu kemudian menghiasi dinding istana kepresidenan di Jakarta, Bogor, Cipanas, Tampaksiring, dan Yogyakarta. Namun Presiden Sukarno tegas membedakan milik pribadi dan milik negara. Menurut Guntur Sukarnoputra kepada Kompas, pada bagian belakang lukisan yang dibeli dari uang pribadi dituliskan "Milik Ir. Sukarno".

Walhasil, koleksi itu menjadi seperti yang umumnya dialami lukisan yang masuk ke rumah kolektor: terpingitkan dari publik. Salah satu sebab, istana kepresidenan Indonesia belum menjadi ruang publik yang bisa dikunjungi siapa saja. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah dicoba membuka Istana Merdeka dan Istana Negara untuk kunjungan wisatawan pada akhir pekan. Satu-dua kali dilaksanakan, kemudian tak terdengar lagi kelanjutannya. Yang sering terjadi, satu-dua lukisan koleksi istana kepresidenan dipinjam untuk suatu pameran.

Sebetulnya, tahun lalu, dalam kaitan dengan peringatan Proklamasi Kemerdekaan juga, Presiden Joko Widodo meminta penyelenggaraan pameran seni rupa koleksi istana. Tapi, karena keterbatasan waktu (Presiden menyampaikan gagasannya baru pada sekitar Maret 2015), pihak yang diminta, Sekretariat Negara, yang membawahkan koleksi seni istana, mengusulkan pameran itu diselenggarakan tahun berikutnya, yakni pada 2016 kini.

Sekretariat Negara menepati janji. Selama sebulan pada Agustus ini, masyarakat bisa menyaksikan yang selama ini lebih banyak diomongkan daripada disaksikan. Misalnya lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh, pelukis Indonesia pertama yang sukses mempelajari cara melukis seperti "Barat". Lukisan ini diselesaikan Raden Saleh pada 1857, 27 tahun setelah Pangeran Diponegoro ditangkap, dan perang pun usai.

Ada suasana campur aduk di kanvas sekitar 110 x 180 sentimeter itu. Para prajurit menunggu aba-aba Sang Pangeran, pemimpin yang sedang menatap Jenderal De Kock, musuhnya, yang dipercaya berniat baik tapi ternyata memperdaya. Dan sesungguhnya ada perdebatan panjang, baik seperti yang diceritakan di Babad…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20

Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegara­wan, sumbangan terbesar…

I
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20

Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…

K
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20

Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…