Macbeth, Silat Hutan, dan Serigala Berkoteka

Edisi: 38/45 / Tanggal : 2016-11-20 / Halaman : 56 / Rubrik : IMZ / Penulis : Seno Joko Suyono., Dian Yuliastuti, Moyang Kasih Dewimerdeka


Tiba-tiba Tian Rotteveel, komponis asal Belanda itu, melucuti pakaiannya sendiri. Ia berdiri telanjang bulat hanya mengenakan sepatu kets di depan penonton yang jaraknya begitu dekat. Di tengah bebunyian musik elektronik underground yang berdentam-dentam dari subwoofer loudspeaker, Tian lalu mengenakan koteka. Ia berjongkok dan mencoreng bibir, telinga, alis, dan pipinya dengan pewarna. Ia seolah-olah turis yang ingin terlibat dalam perang suku pedalaman.

Wa wa wa. Tian menirukan tempo musik techno psychedelic sembari menunjuk Darlene Litaay agar juga segera mengenakan koteka. Dalam pertunjukan ini, penonton ditempatkan duduk di atas panggung proscenium. Hanya empat baris bangku terdepan dari kursi penonton yang boleh diisi. Volume keras musik techno olahan Tian karena itu membuat getarannya amat terasa di tubuh penonton.

Pentas di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, itu diawali suasana santai. Tian dan Darlene mengenakan celana panjang dan kaus saling memperdengarkan lagu dari telepon seluler masing-masing. Suara lagu dari ponsel itu mereka redam-redamkan dengan gelas kertas. Terdengar ada suara nyanyian Papua dari ponsel mereka. Darlene lalu membongkar noken, tas tradisional Papua yang terbuat dari kulit kayu. Ia kemudian mengenakan rok rumbai pendek. Dan mengecat muka.

Tatkala memakai koteka, mereka seperti kalap. Wa wa wa. Wa wa wa. Peti hitam beroda tempat loudspeaker ditaruh mereka dorong ke sana-kemari. Mereka menggeber plastik di atas pengeras suara hingga membuat suara semakin bergetar dan seperti semburat-semburat. Wajah mereka berpendar. Ternyata pewarna yang mereka coretkan di muka adalah fosfor.

Puncaknya adalah Tian mengenakan topeng kepala serigala. Dalam genangan sorot lampumerah,ia menjadi manusia serigala yang berkoteka dan bersepatu kets. Darlene menyeret kipas angin dan mengembuskan angin ke tubuh manusia serigala itu. Yang arkaik, yang urban, yang primitif menjadi saling-silang. Setelah chaos itu selesai, dengan tenang Darlene membacakan sepucuk surat ke penonton, menceritakan perjalanan mereka berdua di Papua.

n n n

Masih segar dalam ingatan bagaimana beberapa orang kikuk menyaksikan pementasan Darlene dan Tian pada 3 November lalu itu. Masih terngiang-ngiang bagaimana ingar-bingar musik yang sangat urban itu mengiringi sosok ganjil: manusia serigala bertubuh bule dan berkoteka. "Kami mengundang beragam penyajian koreografer yang menampilkan interaksi tubuh dan bunyi. Maka tema kuratorial kami 'Tubuh Sonik'," ujar Maria Darmaningsih, Direktur Program IDF.

Sebelumnya, untuk pertama kali IDF menggelar pertunjukan outdoor di lokasi yang jauh dari TIM atau Gedung Kesenian Jakarta. Tepatnya di hutan kota Kali Pesanggrahan, Lebak Bulus. Bertajuk "Pre-Opening IDF" di situ digelar koreografi Phase karya Jefriandi Usman dan Suluk Sungai karya Abdullah Wong. Tiga bus dari TIM membawa para penulis, seniman, dan wartawan ke hutan kota tersebut. Sampai di Jalan Karang Tengah Raya, bus berhenti dan panitia membagikan jas hujan murahan warna-warni.

Acara diawali dengan tawasulan. Abah Choeruddin atau Bang Idin—jawara Betawi yang dikenal merawat hutan kota Pesanggrahan—memimpin doa kepada Nabi, para Khulafaur Rasyidin, dan para kiai leluhur Jakarta. Tak banyak yang tahu tepian Sungai Pesanggrahan sebetulnya adalah situs arkeologis. Di situ Abah banyak menemukan artefak seperti kapak perimbas. Tak banyak yang tahu di kawasan Pesanggrahan terdapat kuburan para leluhur Jakarta.

Dan hujan pun betul-betul turun tatkala pertunjukan Jefriandi dimulai. "Baru pertama kali ini…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20

Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegara­wan, sumbangan terbesar…

I
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20

Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…

K
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20

Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…