Pulau Buru Kini Bersinar

Edisi: 04/20 / Tanggal : 1990-03-24 / Halaman : 51 / Rubrik : SEL / Penulis :


Pulau Buru yang pernah menjadi tempat penampungan tahanan politik G-30-S/PKI
sempat menjadi nama yang menggetarkan. Banyak yang tidak tahu macam apa tanah itu.
Berikut ini, wartawan kami Toeti Kakiailatu menuliskan laporan perjalanannya tahun
lalu. Ternyata, setelah tahun-tahun berlalu, permukiman yang dulu rimba dan rawa
itu berubah. Buru telah menjadi kawasan pertanian subur dengan penduduk yang cukup
sandang-pangan.

; MATAHARI pagi ada di belakang kami, di atas laut Maluku. Ombak yang ramah membuai
kapal Tiga Berlian. Tanjung Alang yang terkenal berombak ganas itu telah
terlampaui dengan selamat. Jauh di sebelah kiri terlihat bukit Batuboi yang
puncaknya masih tersaput kabut. Permukaan air masih tampak keabu-abuan. Tapi hutan
bakau semakin hijau diterpa sinar mentari.

; Tiga Berlian berayun ke Teluk Kayeli. Air yang berwarna hijau pekat kini
bergelombang lebar-lebar, turun naik bagai laut sedang bernapas. Sisi kiri
pantai teluk tampak timbul-tenggelam semakin kecil karena kemudi mengarah ke
sudut kanan menuju Namlea. Ibu kota kecamatan yang letaknya terlindung Tanjung
Kerbau itu kini bertambah jelas.

; Hari makin terang. Tampak jajaran pohon kelapa. Semak kayu putih bertumpang
tindih dengan alang-alang. Lalu menara masjid, gereja, tangki minyak, gudang,
dan -- tentu saja -- rumah-rumah beratap seng bercat merah atau hijau. Di
sekitarnya puluhan biduk kecil yang disebut kole-kole seperti mengucapkan
selamat datang.

; Sungguh seperti dongeng. Sayup terdengar suara kaset dari sebuah kole-kole
melantunkan nyanyian yang panjang sejarahnya: Kole-kole/Orembai, kole/Raja
putih tanah Barat/Orembai, kole.

; Lalu tali kapal dilemparkan ke darat. Tiga Berlian merapat. Penumpang
menjejakkan kakinya di Pulau Buru. Sebuah nama yang selama ini sering
diucapkan dengan perasaan seram. Sebuah pulau yang membawa getaran khusus.
Tempat yang telah membuat sejarah sebagai pengasingan ribuan orang komunis,
untuk "direhabilitasi". Benarkah pulau itu mendebarkan? Berbagai pertanyaan
pun menggelitik benak.

; Wajah Namlea kemudian segera memberikan jawaban. Bayangan buruk yang semula
menghantui lenyap. Namlea sekarang beda dengan Namlea dua puluh tahun lalu.
"Dulu," kata La Rungga -- seorang Buton yang sudah bertahun-tahun di Buru,
"dermaga penuh oleh puluhan tentara dan ratusan orang tahanan. Betapa ngeri
karena orang tahanan itu kurus-kurus, pucat kuning, tapi mata tajam."

; Sekarang suasananya sudah sangat lain. Selama lima tahun terakhir, Pulau Buru
sulit untuk bisa disebut terisolasi. Hampir setiap hari ada kapal tiba di
sana. Pagi tiba, dan berangkat lagi menjelang tengah malam keesokan harinya.
Kapal Tiga Berlian, misalnya, hanya memungut ongkos Rp 2.000 seorang plus Rp
2.500 untuk bawaan sebesar karung untuk pelayaran Ambon-Namlea selama 8 jam.
Kalau mau lebih nyaman, penumpang bisa menyewa tempat tidur susun Rp 10 ribu.

; Kapal yang lebih besar, seperti Virgo, memasang tarif Rp 8.000 di Palka dan
Rp 12.500 di kamar. Sedangkan tiket pesawat Merpati seharga Rp 28.500. Namun,
pesawat itu hanya beroperasi seminggu sekali. Pada hari Minggu.

; Dulu -- semasa masih…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…